Status situs Hagia Sophia sebagai masjid resmi ditetapkan Presiden Turkey Recep Tayyip Erdogan pada Jum’at (10/7/2020). Hari Jumat (24/7/2020) besok akan menjadi tempat Shalat Jumat pertama, setelah 86 tahun berfungsi sebagai museum nasional. Beragam polemik mengiringi kembalinya fungsi masjid itu. Ironisnya semua pendapat negara-negara non-muslim dan komunitas gereja ortodok Rusia serta lainnya, tidak berkiblat pada sejarah. Mereka tidak tahu. Hagia Sophia sebenarnya gereja ortodok yang dibeli Sultan Mehmet II Al-Fatih secara pribadi. Yang diwakafkan sebagai masjid. Fakta itu tersurat dalam dokumen “Tapu Senedi” dengan kalimat “ebulfetih sultan mehmet vakfı”. Artinya pemilik dari properti/tanah tersebut yayasan Sultan Mehmet. Fakta itu yang menjadi dasar Erdogan mengembalikan Hagia Sophia sebagai salah satu masjid nasional di Turki.
by Prima Sp Vardhana/bongkah.id
TIGA status akan melekat kuat pada sejarah situs dunia Hagia Sophia di Istanbul, Turki. Status sebagai gereja, masjid, dan museum. Untaian status yang tidak akan dimiliki ratusan situs masjid di wilayah Yunani, Portugal, Spanyol, Israel, dan beberapa negara lain. Yang bangunannya dialihfungsikan para penguasa negara tersebut.
Masjid-masjid itu tidak hanya dialihfungsikan sebagai tempat ibadah umat kristiani, seperti gereja dan katedral. Ada pula yang dialihfungsikan dengan tujuan merendakan agama Islam. Misalnya, toko buku, tempat menginap gelandangan, galeri pameran seperti nasib Masjid Fethiye di Athena, Yunani. Bahkan, ada yang diubah menjadi tempat maksiat klub malam, seperti Masjid Al-Ahmar di Palestina, Israel. Masjid bersejarah ini diubah menjadi klub malam Khan Al-Ahmad.
Hampir sebulan ini, sejarah Hagia Sophia menjadi bacaan menarik. Semua media nasional dan luar negeri menguliknya. Memaparkan dari berbagai sudut keberpihakan. Juga ada yang manipulatif. Semua itu berawal dari keputusan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan yang mengembalikan fungsi Hagia Sophia sebagai masjid, Jumat (10/7/2020). Peresmian alih fungsi dari museum menjadi masjid akan diselenggarakan Jumat (24/7/2020) hari ini. Prosesinya dengan menggelar Shalat Jumat pertama. Yang akan dihadiri kepala negara sahabat Turki.
Keberadaan situs yang disebul Aya Sofya (dalam bahasa Turki), Sancta Sophia atau Sancta Sapientia (dalam bahasa latin) ini sangatlah tua. Sekitar 1.500 tahun. Selama 15 abad, situs yang dibangun pertama kali oleh Kaisar Konstantinus I pada 325 Masehi ini menjadi saksi bisu sejarah berlangsungnya transisi rezim penguasa Konstantinopel (red. Istanbul). Mulai dari masa paganisme, masa Kekaisaran Byzantium penganut Katolik Ortodoks, Kekaisaran Konstantinopel penganut Kristen Katolik Roma, Kesultanan Ottoman (Utsmaniyah) penganut Islam, sampai era Turki modern.
Pada awalnya, Hagia Sophia merupakan gereja terbesar yang pernah dibangun oleh Emperum Romawi Timur di Konstantinopel. Bangunan ini pernah tiga kali dibangun di lokasi yang sama. Ketika pertama kali berdiri bangunannya diberi nama Megale Ekklesia (Gereja Besar). Perubahan nama terjadi setelah abad ke 5. Disebut Hagia Sophia (Holy Wisdom / Kebijaksanaan Suci). Ini karena Gereja tersebut juga digunakan sebagai tempat penobatan penguasa, serta menjadi Katedral terbesar sepanjang sejarah Byzantium.
Menurut ensiklopedia Britannica, bangunan ini pertama kali dibangun oleh Kaisar Konstantinus I pada 325 Masehi. Bentuknya menyerupai basilika. Menjulang ke atas dan memiliki atap kayu. Ironisnya gereja ini terbakar habis saat kerusuhan pada tahun 404 M, yang diakibatkan perseteruan istri Kaisar Arkadios, Ratu Eudoksia, dengan Uskup Agung (patriarch) Konstantinopel Ioannes Chrysostomos, yang kemudian diasingkan.
Potret mozaik patriarch Ioannes itu masih dapat ditemukan di tembok tymphanon di sisi utara bangunan gereja, padahal pada saat itu beliau sudah dalam pengasingan. Tidak ada yang tersisa dari bangunan pertama. Namun ada batu bata yang ditemukan di gudang museum bertuliskan “Megale Ekklesia”. Batu itu di duga merupakan remah yang tersisa dari bangunan gereja pertama.
Bangunan Gereja kedua dibangun ditempat yang sama oleh Kaisar Theodosios II (408-450) pada tahun 415. Bangunan tersebut memiliki lima ceruk dan pintu masuk yang monumental, tapi masih beratap kayu. Ironisnya bangunan tersebut luluh lantak oleh rusuh masa yang dikenal dengan Nika Revolts pada tanggal 13 Januari 532. Atau di tahun kelima naik tahtanya Kaisar Justinianos (527-565), kala itu kelompok Biru yang mewakili para aristokrat dan kelompok hijau yang mewakili para pedagang dan saudagar berkolaborasi menentang Kaisar. Mereka memprotes nilai pajak yang dianggap terlalu tinggi. Mereka menuntut Justinianos turun tahta.
Puing-puing bangunan kedua ini sempat ditemukan dalam eskavasi yang dipimpin A.M. Scheinder dari the Istanbul German Archeology Institute. Pada dua meter dibawah tanah ditemukan beberapa sisa reruntuhan termasuk anak anak tangga dari pintu monumental, bagian dasar kolom-kolom bangunan, dan beberapa temuan lain. Temuan itu sebagai tambahan beberapa pernik arsitektural dari pintu masuk monumental yang ditemukan di taman sebelah barat.
Gereja ketiga dibangun Justinianos dengan memerintahkan dua arsitektur terbaik dari Yunani pada masa itu, Isidore dari Miletus dan Anthemius dari Tralles. Pembangunan ketiga ini dimulai pada 23 Februari 532 M. Masa pembangunannya sekitar lima tahun. Gereja kembali dibuka untuk kebaktian pada 27 Desember 537.
Berbagai sumber menunjukkan bahwa pada hari pembukaan Hagia Shopia, Kaisar Justinianos memasuki bangunan tersebut dan berkata “My Lord, thank you for giving me chance to create such a worshipping place,” yang kemudian dilanjutkan dengan kalimat “Süleyman, I beat you”. Secara harfiahnya bermakna “Terima kasih Tuhan telah memberiku kesempatan membangun Tempat Ibadah ini” lalu dilanjutkan dengan “Sulaiman Kukalahkan Kau”. Merujuk kepada Kuil Sulaiman di Jerusalem. (Dalam sejarah Islam kuil yang dimaksud oleh sang Kaisar tak lain adalah Masjidil Aqso di kota Al-Quds, Palestina). Bangunan Gereja ketiga yang dibangun pada Kaisar Justianos inilah yang masih berdiri hingga hari ini.
Bangunan gereja ketiga ini menggabungkan tiga rancangan tradisional basilica dengan kubah pusat dalam rancangannya. Ketinggian kubah utama dari permukaan lantai mencapai 55.6 meter. Radius masing-masing 31.87 meter dari utara ke selatan dan 30.86 meter dari timur ke barat.
Pada masa pembangunan itu, Kaisar Justinianos memerintahkan kepada semua provinsi dibawah kekuasaannya, untuk mengirimkan material bangunan terbaik di wilayahnya. Targetnya Gereja Hagia Shopia yang dibangun ketiga kalinya itu, menjadi sebuah bangunan terbesar dan teragung. Kolom kolom pualam yang digunakan pada struktur bangunannya di ambil dari kota kuno Anatolia dan Suriah, serta sekitarnya termasuk dari kota kota Aspendus Ephessus, Baalbeek dan Tarsa.
Batu pualam putih diambil dari Pulau Marmara, pualan green porphyry diambil dari Pulau Eğriboz, pualam merah muda dari Afyon, dan pualam kuning dari Afrika Utara. Elemen dekoratif pada bagian interior yang digunakan untuk menutup dinding bagian interior, dibuat dengan cara membagi dua sama besar satu blok batu pualam. Kemudian menyatukannya lagi untuk mendapat bentuk yang benar-benar simetris.
Sebagai tambahan, bagian struktur bangunannya termasuk kolom-kolom yang digunakan, diangkut dari Kuil Artemis di Ephessus. Termasuk 8 kolom yang dibawa dari Mesir. Digunakan sebagai penopang kubah. Keseluruhan struktur bangunan menggunakan 104 kolom (tiang), 40 kolom pada bagian bawah dan 64 kolom pada bagian atas.
Keseluruhan dinding Hagia Sophia kecuali satu bagian yang di tutup dengan batu pualam, dihias dengan mozaik. Yang terbentuk dari emas, perak, kaca terakota, dan batuan warna-warni. Mozaiknya membentuk pola pola tumbuhan dan bentuk geometris dari abad ke 6 Miladiyah. Bentuk mozaik yang berasal dari masa Iconoclast. (bersambung)