Bongkah.id – Di sebuah rumah sederhana di Kelurahan Balongsari, Kecamatan Magersari, Kota Mojokerto, mesin jahit tak pernah benar-benar padam. Suara deru dan hentakan pedal bergantian bersahut, seolah menjadi irama sehari-hari keluarga Suboko Yuwono.
Usianya kini sudah 68 tahun. Namun, tangannya tetap cekatan merapikan lembaran kain merah putih yang akan menjadi simbol kebanggaan bangsa. Sudah 22 tahun Suboko menjalani usaha rumahan ini.
“Awalnya iseng-iseng. Alhamdulillah, jalan sampai sekarang,” kenangnya, saat ditemui di kediamannya, Rabu (23/7/2025).
Yang membuatnya istimewa, Suboko tidak bekerja sendirian. Ada delapan orang karyawan yang setia membantunya, semua masih keluarga. “Ada delapan karyawan dari keluarga,” ucapnya bangga.
Tiap hari, mereka berbagi tugas. Prosesnya pun rapi, memotong kain, mengobras, lalu menjahit bendera dan umbul-umbul berbagai ukuran. “Kalau umbul-umbul dipotong dulu, diobras, lalu dijahit,” jelasnya.
Menjelang bulan Agustus, rumah Suboko menjelma menjadi pabrik kecil yang sibuk. Pesanan datang tanpa henti. Hingga Juli ini, sudah lebih dari 2.000 bendera dan umbul-umbul ia selesaikan. “Omzet sekarang sudah masuk Rp30 juta,” katanya.
Harga bendera buatannya bervariasi, mulai dari yang mungil seharga Rp 2.500, hingga bendera raksasa yang bisa dibanderol Rp 275 ribu, tergantung ukuran. “Ada enam macam motif bendera, kalau umbul-umbul ada delapan macam motif,” ujar Suboko, menjelaskan detailnya.
Bendera-bendera buatan tangan Suboko dan keluarganya tak hanya berkibar di sudut-sudut Kota Mojokerto. Mereka juga terbang ke Blitar, Malang, Pare Kediri, hingga Jombang. Semua berawal dari satu rumah di Balongsari yang nyaris tak pernah sepi suara mesin jahit.
Setiap helai bendera merah putih yang dijahit Suboko adalah lambang semangat. Semangat seorang ayah, kakek, dan warga biasa yang dengan tekun merangkai kain menjadi kebanggaan negeri. Dan selama Indonesia masih merayakan kemerdekaannya, suara mesin jahit di rumah Suboko Yuwono akan tetap berdetak. (ima/sip)