bongkah.id ‐‐ Mencopoti baliho bukan tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) TNI yang diatur dalam UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Tupoksi TNI merupakan alat untuk pertahanan negara terhadap invasi negara asing.
Tupoksi itu tercermin dalam Pasal 5 yang menyebutkan, “TNI berperan sebagai alat negara di bidang pertahanan yang dalam menjalankan tugasnya berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara”.
Sementara dalam Pasal 7 ayat 2 poin b, menjelaskan fungsi TNI di luar operasi militer selain perang. Nomor 10 ayat ini menyebut, TNI dapat membantu Polri dalam rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat yang diatur dalam undang-undang.
“Membantu kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat yang diatur dalam undang-undang,” demikian bunyi poin tersebut.
Karena itu, Wakil Ketua Komisi I DPR RI dari Fraksi PKS, Abdul Kharis Almasyhari berencana membahas masalah pencopotan baliho Pemimpin Front Pembela Islam (FPI), Muhammad Rizieq Shihab oleh personil TNI AD yang ditugaskan Pangdam Jaya Mayjen TNI Dukung Abdurachman.
Pembahasan atas pelanggaran UU Nomor 34 tahun 2004 oleh Pangdam Jaya itu, akan dilakukan Komisi I DPR RI dalam rapat komisi bersama Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto.
Sebelumnya sejumlah anggota TNI diketahui menurunkan baliho Rizieq Shihab. Pangdam Jaya Mayjen TNI Dudung Abdurachman mengakui, bahwa tindakan itu atas perintahnya.
Kharis pun mengkritik kebijakan yang melanggar Tupoksi TNI itu, seraya mengingatkan jika penertiban baliho bukan termasuk Tupoksi tentara. Karena itu, ia sangat kaget dan heran dengan langkah Dudung mengerahkan para prajurit untuk mencopoti baliho Rizieq Shihab yang mengajak “Revolusi Akhlak” .
“Mencopoti baliho itu pekerjaan Satpol PP. Bukan pekerjaan tentara. Tidak sesuai tupoksi. Pangdam Jaya seharusnya patuh pada UU Nomor 34 Tahun 2004,” kata Kharis, Jumat (20/11/2020).
Menurut dia, tentara boleh saja ikut menertibkan baliho sebagai bentuk Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Namun, posisi tentara hanya menjadi tenaga bantuan dari Satpol PP. Bukan kekuatan utama.
Karena itu, ia mengaku sedang mengecek ke pihak-pihak terkait soal kebijakan tersebut. Salah satunya pada pengamat militer dan pakar hukum.
“Nanti kalau ada rapat Komisi I dengan Panglima TNI, saya pasti akan tanyakan,” ujarnya.
Pada kesempatan berbeda, anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Nasdem Willy Aditya juga mengkritik langkah Pangdam Jaya Dudung Abdurachman tersebut.
Ditegaskan, perkara mencopoti baliho merupakan ranah Satpol PP. Penertiban baliho itu urusan Pemprov DKI. Keterliban personil TNI mencopoti baliho Rizieq shihab itu bukan Tupoksi TNI. Karena itu, dalam kebijakan itu ada potensi pelanggaran terhadap UU Nomor 34 Tahun 2004.
“Jika TNI sampai turun tangan mencopoti baliho, maka peristiwa ini merupakan bukti terjadinya maldministrasi namanya. Juga pelanggaran UU tentang Tupoksi TNI,” kata Willy.
“Administrasi publik jadi dikangkangi oleh politik jadinya. Ini tidak baik dan tidak ideal dalam kehidupan bersama dalam sebuah negara hukum dan negara demokrasi,” tambahnya.
Sementara pengamat militer dari MARAPI Consulting & Advisory, Beni Sukadis menilai, pencopotan baliho Pemimpin Front Pembela Islam (FPI), Muhammad Rizieq Shihab bukan wewenang TNI sebagai alat pertahanan negara.
Menurut dia pencopotan baliho itu justru menyalahi tugas dan fungsi TNI sebagaimana diatur dalam UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
“Dalam UU TNI 34 Tahun 2004 itu sangat jelas Tupoksi TNI yang tersurat pada Pasal 5 dan Pasal 7. Tidak ada itu soal pencopotan atau penegakan. Mencopot baliho itu urusan Satpol PP. Wewenang itu sudah jelas dan tegas,” katanya.
“Kenapa TNI yang copot itu. Menurut saya aneh aja. Sudahlah kalau bukan wewenangnya tidak usah melanggar UU yang sudah ada. Marilah disiplin patuh UU demi NKRI,” tambahnya.
Selain itu, Beni menambahkan, keputusan TNI yang belakangan memilih melibatkan diri menertibkan masyarakat, mestinya didasari instruksi politik atau perintah presiden, sebagaimana diatur dalam pasal 5 Undang-undang tentang TNI.
“TNI berperan sebagai alat negara di bidang pertahanan yang dalam menjalankan tugasnya berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara,” demikian bunyi pasal tersebut.
Berdasar pada aturan tersebut, menurut dia, TNI tidak bisa menjalankan tugas tanpa keputusan politik.
Kendati demikian, manuver TNI tak bisa sekonyong-konyong dijatuhi sanksi. Tapi presiden ataupun DPR dalam hal ini berwenang memberikan teguran. Tentu saja teguran bersifat hirarki. Pada penanggungjawab TNI. Yaitu Panglima TNI.
“DPR dan presiden. Dua itu aja yang berfungsi dalam tata kelola negara. Kekuasaan eksekutif pada presiden, sementara legislatif pada Komisi 1 DPR. Mereka itu yang bertugas. Bisa menegurlah. Ini norma prinsip dalam bertatanegara,” katanya.
Sebelumnya, sekelompok orang berseragam loreng menurunkan baliho ajakan “Revolusi Akhlak” di Kelurahan Jatimakmur, Kota Bekasi.
Belakangan usai apel TNI persiapan Pilkada Serentak 2020 di kawasan Monas, Pangdam Jaya Mayjen TNI Dudung Abdurachman mengakui, menginstruksikan prajuritnya untuk menertibkan baliho Rizieq Shihab.
Menurut alumni Akademi Militer (Akmil) 1988 ini, baliho raksasa Rizieq Shihab ajakan melakukan “Revolusi Akhlak ” itu melanggar aturan.Satpol PP DKI telah berkali-kali menurunkan baliho tersebut. Namun, baliho yang sama akan terpasang lagi.
Selain itu, pria kelahiran Bandung 55 tahun lalu itu juga mengancam akan mencopot semua baliho Rizieq, yang dipasang sembarangan dan tanpa izin.
Tak hanya itu, Dukung juga mewanti-wanti agar FPI tak sesumbar. Pun berlaku semau sendiri.
“Jangan seenaknya sendiri, seakan-akan dia paling benar, enggak ada itu. Jangan coba-coba pokoknya. Kalau perlu FPI bubarkan saja itu, bubarkan saja. Kalau coba-coba dengan TNI, mari,” katanya. (rim)