lumpia Samiaji Malioboro./bongkah.id/Karimatul Maslahah/
lumpia Samiaji Malioboro./bongkah.id/Karimatul Maslahah/

Bongkah.id – Di tengah semarak wisatawan dan riuh pedagang kaki lima yang memadati Jalan Malioboro, sebuah gerobak sederhana terus mempertahankan eksistensinya selama puluhan tahun. Lumpia Samiaji, begitu namanya dikenal, telah menjadi bagian dari denyut kuliner jalanan di jantung Kota Yogyakarta.

Gerobaknya kecil dan nyaris tak menonjol. Namun, antrean yang kerap terlihat di depannya cukup menjadi penanda bahwa lumpia ini punya tempat tersendiri di hati para pengunjung. Disajikan hangat langsung dari penggorengan, lumpia-lumpia ini tampil bersih, terbungkus kulit tipis yang digulung padat. Warna keemasan kulitnya mengilat tanpa terlihat berminyak, menandakan proses pengolahan yang diperhatikan dengan cermat.

ads

Isian lumpia Samiaji cukup khas. Bukan rebung seperti lumpia Semarang, melainkan perpaduan tauge segar dan suwiran daging ayam. Tauge memberikan tekstur renyah saat digigit, sedangkan ayam suwir yang diolah halus menjadi pengikat komposisi. Tidak berlebihan, tapi pas dan padat. Tiap potong lumpia digulung secara manual, satu per satu, lalu digoreng saat ada pesanan agar tetap hangat saat disajikan.

Dengan harga Rp8.000 per biji, lumpia ini menjadi camilan ringan yang mudah dijangkau oleh siapa saja. Tidak sedikit yang membelinya dalam jumlah banyak untuk oleh-oleh, namun sebagian besar memilih menyantapnya langsung di tempat, duduk santai di pinggir trotoar, ditemani lalu-lalang orang dan suasana khas Malioboro.

Lumpia Samiaji yang telah ada sejak 1983 ini tidak hadir sebagai kuliner yang mengejar tren. Ia bertahan dengan kesederhanaannya, tidak banyak berubah sejak pertama berdiri. Justru dari konsistensi itulah lahir kepercayaan pelanggan, yang terus datang kembali, dari generasi ke generasi.

Di tengah pesatnya perkembangan dunia kuliner modern, Lumpia Samiaji tetap berdiri di tempatnya. Menjadi pengingat bahwa kekuatan kuliner jalanan bukan hanya soal rasa, tapi juga soal cerita dan kesetiaan pada tradisi. (Ima/sip)

18

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini