Mahkamah Konstitusi membacakan putusan atas permohonan Partai Buruh dan Partai Gelora terkait ambang batas untuk mengusulkan pasangan calon di Pilkada di Ruang Rapat Pleno MK, Jakarta, Selasa (20/8/2024).

Bongkah.id – Mahkamah Konstitusi (MK) mengubah persyaratan ambang batas (treshold) partai politik (parpol) atau gabungan parpol peserta pemilu untuk mengusung pasangan calon. Keputusan ini bakal mengubah peta kontestasi di Pilkada serentak 2024 karena parpol yang tidak memiliki kursi DPRD berpeluang mengusung pasangan calon sepanjang memenuh syarat.

Dalam amar putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024, Mahkamah Konstitusi menyatakan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 UU Pilkada tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat atau inkonstitusional. Sehingga mahkamah menghapus ketentuan pasal 40 ayat 3 dalam UU tersebut.

ads

“Menyatakan Pasal 40 ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ucap Ketua MK Suhartoyo, Selasa (20/8/2024).

Keputusan MK ini mengabulkan gugatan Partai Buruh dan Partai Gelora untuk sebagian terkait ambang batas pencalonan kepala daerah. Permohonan tersebut  untuk menguji materiil dalam Pasal 40 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 UU Pilkada tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Putusan tersebut berimbas pada ketentuan lain pada pasal 40 yang juga menjadi inkonstitusional. Seperti pada ayat 1 yang menyebutkan sebagai berikut.

“Partai Politik atau gabungan Partai Politik dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di daerah yang bersangkutan,” bunyi Pasal 40 Ayat 1 UU 10/2016 sebelum diubah.

Baik menggunakan alternatif pertama atau kedua yang dipersyaratkan oleh Pasal 40 ayat (1) dan ayat (3) UU 10/2016 harus sama-sama mempunyai kursi di DPRD. Menurut MK, ketentuan ini merugikan parpol peserta pemilu yang memperoleh suara 25% lebih, tapi tidak memilik kursi di DPRD.

“Ketentuan ini merugikan hak partai politik yang telah ditetapkan secara resmi sebagai peserta pemilu serentak nasional 2024 yang telah memiliki suara sah, namun tidak memiliki kursi di DPRD, karena tidak dapat mengusulkan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah,” jelas Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih.

Sehingga MK menghapus syarat ambang batas parpol yang memiliki 20% kursi DPRD sebagaimana tertuang pada pasal 40 ayat 1. Mahkamah menetapkan persyaratan pencalonan hanya berdasar akumulasi perolehan suara parpol peserta pemilu dengan rincian sebagai berikut:

Syarat Ambang Batas untuk mengusung pasangan calon:

Untuk mengusulkan calon gubernur dan calon wakil gubernur:

a. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 10% di provinsi tersebut

b. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2 juta jiwa sampai 6 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 8,5% di provinsi tersebut

c. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6 juta jiwa sampai 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 7,5% di provinsi tersebut

d. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 6,5% di provinsi tersebut

Untuk mengusulkan calon bupati dan calon wakil bupati serta calon wali kota dan calon wakil wali kota:

a. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai 250 ribu jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 10% di kabupaten/kota tersebut

b. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250 ribu sampai 500 ribu jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 8,5% di kabupaten/kota tersebut

c. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 500 ribu sampai 1 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 7,5% di kabupaten/kota tersebut

d. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 1 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 6,5% di kabupaten/kota tersebut.

MK menyebutkan, dengan telah dinyatakan Pasal 40 ayat (3) UU 10/2016 bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945, oleh karena keberadaan Pasal a quo merupakan tindak lanjut dari Pasal 40 ayat (1) UU 10/2016, maka terhadap hal demikian Mahkamah harus pula menilai konstitusionalitas yang utuh terhadap norma Pasal 40 ayat (1) UU 10/2016 a quo, sebagai bagian dari norma yang mengatur mengenai pengusulan pasangan calon.

“Hal ini dilakukan dalam rangka menjamin hak konstitusional partai politik peserta pemilu yang telah memeroleh suara sah dalam pemilu serta dalam upaya menghormati suara rakyat dalam pemilu,” jelas Eny. (bid)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini