Bongkah.id – Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU) meluapkan kepiluan mendalam atas nasib pesawat karya anak bangsa, N250. Gatotkaca, nama pesawat itu, batal diproduksi akibat krisis moneter 1998 dan kini harus meringkuk di museum.
Pesawat Gatotkaca akan melakukan perjalanan panjang dari Depohar 10 Lanud Husein Sastranegara Bandung menuju Muspusdirla Yogyakarta. Namun bukan terbang, melainkan diangkut kendaraan berat melalui jalan darat.
“Sejarah baru sedang dijalani N-250 Gatotkaca. Pesawat asli karya putra Indonesia yang pada 1995 sempat menggegerkan dunia karena kecanggihan teknologinya pada zamannya, kini harus menerima kenyataan sebagai penghuni museum,” tulis akun twitter resmi TNI AU, Kamis (20/8/20).
Prosesi perjalanan tersebut dilaporkan secara berkala mulai Rabu hingga Jumat (19-21 Agustus 2020) pukul 12.00 WIB dan 18.00 WIB. Laporan disiarkan melalui akun Youtube TNI AU, https://www.youtube.com/c/TNIAU.
“Selamat jalan Gatotkaca, semoga di tempat baru, kamu dapat lebih menginspirasi generasi sekarang dan mendatang. Ada perasaan pilu menyaksikan nasib sang Gatotkaca kini, meskipun demikian, ini kenyataan yang tidak bisa kita tolak,” tulis akun Facebook TNI AU.
Pesawat Sang Gatotkaca pernah menuai pujian dunia. Karena peforma pesawat turboprop ini merupakan pertama di kelas subsonic spee, yang menggunakan teknologi fly by wire. Teknologi ini memungkin seluruh gerakannya dikendalikan dengan komputerisasi.
Selain itu, pesawat juga menggunakan Full glass cockpit with engine instrument and crew alerting system (EICAS) dan engine control with full autorithy digital engine control (FADEC). Keunggulan itu masih ditambah dengan teknologi electrical power system with variable speed constant frequency (VSCF) generator yang biasa dipakai dalam pesawat tempur.
Kala itu, N250 merupakan pesawat ketiga yang menerapkan teknologi ini, selain Airbus A-340 dan Boeing 767. Bedanya, dua pesawat pabrikan itu merupakan pesawat penumpang jet berkapasitas besar.
Pesawat buatan anak negeri ini dirancang bangun pada 1987 dengan melibatkan 4.000 sarjana teknik. Hingga berhasil terbang dengan prototipe pertamanya, N250 Gatotkaca pada 10 Agustus 1995 yang kemudian ditetapkan sebagai Hari Teknologi Nasional (Harteknas).
Pesawat ini pun sempat menjadi rancangan proyek prestisius dalam dunia kedirgantaraan di tanah air. Proyek N250 Gatotkaca dipimpin langsung oleh Bapak Teknologi Nasional Bacharudin Jusuf Habibie, yang kala itu menjabat sebagai Dirut PT Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) atau yang kini bernama PT Dirgantara Indonesia (Persero).
Profesor spesialis pesawat terbang jebolan RWTH Aachen, Jerman itu bahkan sudah menyiapkan 4 desain prototipe N250 pesawat penumpang dengan kapasitas angkut 50 orang.
Namun proyek impian itu kandas karena terpaan krisis moneter 1998. Padahal, pesawat itu sedang dalam proses akhir uji terbang untuk mendapatkan sertifikasi layak terbang nasional dan internasional dari Federation Aviation Agency Amerika dan sertifikasi layak terbang dari Joint Airworthiness Agency Eropa.
“Dampak krisis ekonomi tahun 1998 tersebut berakibat pula pada program pesawat bermesin jet N2130, pembuatan satelit, dan pengembangan SDM,” kata Kepala Dinas Penerangan TNI AU (Kadispen AU) Marsma TNI Fajar Adriyanto, Kamis (20/8/2020).
Tentu saja kondisi ini disayangkan banyak pihak, terutama TNI AU. Sebab, lanjut Fajar, bangsa Indonesia, khususnya keluarga besar TNI AU sangat bangga dengan lahirnya pesawat buatan anak negeri.
“Kalau dari kita, dari TNI AU, sebetulnya sangat bangga dengan adanya pesawat itu karena itu buatan dalam negeri, buatan kita sendiri. Hanya kita agak sedih. Sedihnya kenapa? Karena pesawat itu tidak jadi diproduksi karena kondisi saat itu tidak memungkinkan,” tuturnya.
Fajar menyinggung sejarah lahirnya pesawat hingga diberi nama N250 Gatotkaca. Menurutnya, N memiliki arti ‘Nusantara’, angka dua sebagai simbol dua mesin turboprop dan 50 adalah jumlah penumpang yang dapat diangkut pesawat tersebut.
Seandainya produksi N250 terealisasi saat itu, sangat mungkin pesawat Sang Gatotkaca akan menjadi produk ikonis Indonesia sampai sekarang. Tetapi kini, masyarakat Indonesia hanya bisa berandai-andai proyek brilian BJ Habibie itu bisa berlanjut. (bid)