bongkah.id – Meningkatnya potensi konflik di Laut China Selatan (LCS). Selaras eskalasi ketegangan antara Amerika Serikat dan China di kawasan tersebut. TNI AL menyiagakan empat kapal perang KRI jenis Fregat dan Korvet (kapal anti kapal selam) di perairan Natuna sepanjang wilayah Indonesia.
“Kita menyiagakan empat KRI di Natuna, yang pertama adalah patroli rutin, karena Laut Natuna Utara itu wilayah kita,” kata Kepala Dinas Penerangan (Kadispen) Koarmada I TNI-AL Letkol Laut Fajar Tri Rohadi melalui pesan singkat kepada bongkah.id, Sabtu (19/6/2020).
Setiap kapal yang disiagakan, menurut ia, memiliki sekitar 100 kru yang ikut siaga. Selain itu telah ada pasukan TNI dari kesatuan yang terintegrasi, juga bersiaga di wilayah Natuna.
Kesiapan TNI di wilayah Natuna, diakui, telah dilakukan sejak lama. Sebelum terjadi eskalasi ketegangan antara China-Amerika. Kesiapan TNI itu menjaga kedaulatan NKRI dan menegakkan hukum laut dunia.
“Pasti kita akan terus melindungi kedaulatan dan kepentingan NKRI. TNI AL dalam hal ini Koarmada I akan terus menyiagakan unsur KRI di Natuna. Mengantisipasi meluasnya dampak naiknya tensi di LCS,” ujarnya.
Sebagai informasi, eskalasi ketegangan antara AS dan China di Laut China Selatan (LCS) kembali meningkat belakangan ini, dipicu manuver Amerika yang menerjunkan 3 kapal induk di kawasan tersebut, Kamis pekan lalu.
Ketiga kapal induk itu masing-masing USS Theodore Roosevelt, USS Nimitz, dan USS Ronald Reagan. Masing-masing kapal induk dilaporkan mengangkut 60 pesawat tempur.
LCS sendiri jadi salah satu titik rawan konflik antarnegara. Di kawasan ini sejumlah negara saling klaim atas kedaulatan teritorial berikut pulau-pulau di sekitarnya.
Negara-negara yang terlibat saling klaim kedaulatan, antara lain China, Vietnam, Malaysia, Filipina, Taiwan, hingga Brunei Darussalam.
Posisi Indonesia, seperti ditegaskan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, konsisten berdasarkan norma internasional yang tertuang dalam Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS) yang disahkan pada 1982.
“Di Laut China Selatan, Indonesia memiliki klaim tumpang tindih terkait perbatasan maritim hanya dengan Malaysia dan Vietnam,” kata Retno.
Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) yang disepakati pada 1982. UNCLOS yang mulai berlaku pada 1994 menetapkan, kerangka hukum untuk menyeimbangkan kepentingan ekonomi dan keamanan negara-negara pantai dengan kepentingan negara-negara pelaut.
UNCLOS menetapkan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), yaitu 200 mil wilayah laut yang memperluas hak eksploitasi tunggal kepada negara-negara pesisir atas sumber daya laut. Namun, ZEE tidak pernah dimaksudkan berfungsi sebagai zona keamanan. UNCLOS juga menjamin hak lintas yang luas bagi kapal laut dan pesawat militer.
Sementara itu juru bicara Menteri Pertahanan Bidang Komunikasi Publik dan Hubungan Antar Lembaga Dahnil Anzar Simanjuntak memastikan, Indonesia tidak akan memihak China maupun Amerika Serikat di Laut China Selatan.
Menurutnya, sikap keberpihakan pada salah satu negara yang berseteru, akan berimplikasi pada wilayah Indonesia. Menjadi medan perang dua negara tersebut.
Sejarah membuktikan dua negara yang berseteru, ditambahkan, tak pernah berperang di wilayah masing-masing. Mereka selalu menggunakan wilayah negara yang dianggap sebagai proxy untuk tempat berperang. Yang merugi dan kacau sistem pemerintahannya, adalah negara yang jadi Medan perang.
“Belajar dari sejarah itu, maka Indonesia tidak akan mau menjadi proxy war. Indonesia tidak mau jadi battle ground kepentingan China dan Amerika Serikat,” katanya.
Sedangkan amanah Menhan Prabowo yang dikutip mantan Ketua DPP Pemuda Muhammadiyah, pasukan TNI diharuskan menjaga wilayah kedaulatan NKRI. Siapa pun yang melakukan provokasi di wilayah NKRI, harus diperingatkan dan dihalau.
“Jika mereka membandel, SOP pertahanan negara harus dilakukan. Keputusan terakhir itu untuk menjaga kedaulatan NKRI dan melindungi rakyat Indonesia,” ujarnya saat dihubungi. (rim)