Bongkah.id – Seorang guru TK di Kabupaten Malang Jawa Timur, nyaris bunuh diri akibat terjerat utang sebesar Rp 40 juta dari 24 aplikasi pinjaman online (pinjol). Perempuan berinisial S itu juga harus kehilangan pekerjaannya sebagai pengajar dan diburu puluhan penagih utang (debt collector).
Setiap hari, para debt collector dari 24 pinjol itu tak pernah berhenti meneror S. Guru yang sudah 13 tahun mengabdi di sebuah sekolah TK itu akhirnya sempat nekat mencoba untuk bunuh diri akibat hujan teror yang menghampirinya.
“Dari 24 aplikasi, lima legal dan sisanya ilegal. Atas saran teman, saya kembalikan dulu yang aplikasi legal, tapi hanya pokoknya saja,” ungkap S seraya terisak.
Kendati urung bunuh diri, S masih harus kehilangan pekerjaan karena dipecat sebagai guru sejak 5 November 2020 akibat kasus tersebut.
Dia juga dijauhi teman-temannya sesama guru karena menceritakan masalahnya kepada mereka dengan maksud agar mereka megabaikan jika ada debt collector yang menghubungi.
“Saat itu saya ingin jujur dan menceritakan semuanya. Tetapi, yayasan dan sekolah malah memutuskan untuk memecat saya. Alasannya, karena malu sama wali murid,” tuturnya.
Belum ada keterangan dari pihak yayasan yang menaungi TK tersebut terkait pemecatan terhadap S.
S menceritakan, awal mula terjerat utang sejak mengenyam pendidikan Sarjana (S1) di Universitas Terbuka (UT). Dia membutuhkan gelar itu karena tuntutan pihak sekolah agar dirinya bisa naik pangkat dari tenaga pendamping menjadi guru kelas.
Namun, ketika memasuki semester 9, S yang bergaji hanya Rp 400 ribu/bulan mulai kesulitan membayar uang semester sebesar Rp 2,5 juta. Dalam kondisi terjepit, dia pun nekat meminjam uang melalui aplikasi pinjaman online.
“Akhirnya saya pinjam online. Karena satu aplikasi hanya bisa maksimal Rp 400 ribu sampai Rp 600 ribu, saya akhirnya pinjam ke 5 aplikasi,” tutur Melati ditemui di kediamannya, Senin (17/5/2021).
Karena masih membutuhkan uang lebih banyak, S pun mencari pinjaman dari aplikasi lain. Tak terasa, dia sudah menarik pinjaman dari total 24 aplikasi.
“Bunganya 100 persen dari pinjaman. Misal saya pinjam Rp 600 ribu ditagih bayar Rp 1,2 juta,” tuturnya.
Ironisnya, S harus membayar lunas pinjaman itu sampai paling lama 7 hari. Namun, baru menginjak 5 hari, para debt collector pinjol sudah mulai berdatangan menagih utang kepada S.
“Dalam waktu lima hari, sudah ditagih,” ujar ibu dua anak ini.
Setelah ditelusuri, aplikasi pinjaman online yang digunakan oleh S ternyata banyak yang ilegal. Dari 24 aplikasi pinjaman online yang digunakan oleh S, hanya 5 yang legal dan terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Dari 24 pinjol (pinjaman online) ini, kita coba lihat, ternyata yang 19 ilegal,” kata kuasa hukum S, Slamet Yuono
Slamet mengatakan, ada perbedaan mencolok hal model penagihan dari aplikasi pinol legal dengan ilegal. Penagihan yang dilakukan aplikasi pinjaman online ilegal cenderung menyebabkan tekanan psikologi sampai membuat S ingin bunuh diri.
“Kalau lima aplikasi yang legal ini penagihannya masih standar, tidak terlalu menyakitkan hati atau menakutkan. Tetapi dari 19 pinjol ilegal ini yang menagihnya dengan bahasa-bahasa yang menyakitkan, bahkan sampai ke nyawa. Klien saya itu (sempat ingin bunuh diri) sekitar Bulan November 2020 sebelum kontak saya,” jelasnya.
Slamet mengaku menangani kasus ini secara pro bono, atau gratis sebagai pembelajaran bagi penyedia aplikasi pinjaman online ilegal. Selain itu, S yang menjadi korban merupakan guru dari anaknya saat bersekolah di TK tempat S mengajar. (bid)