
bongkah.id – Guyuran air hujan di Surabaya tak lagi air murni. Temuan terbaru dari Jaringan Gen Z Jatim Tolak Plastik Sekali Pakai (Jejak), Komunitas GrowGreen, River Warrior, dan Ecoton mengungkap fakta yang menggugah kesadaran bahwa seluruh sampel air hujan di Surabaya mengandung mikroplastik.
Penelitian dilakukan pada 11–14 November 2025 di lima titik Kota Surabaya memastikan bahwa partikel plastik berukuran sangat kecil ikut turun bersama air hujan.
Riset ini merupakan lanjutan dari temuan sebelumnya yang menempatkan Surabaya pada posisi keenam kota dengan kontaminasi mikroplastik udara tertinggi di Indonesia, yakni mencapai 12 partikel per 90 sentimeter persegi hanya dalam dua jam.
Kini, bukti bahwa mikroplastik ikut larut bersama air hujan semakin memperjelas ancaman terhadap kesehatan masyarakat.
“Semua lokasi penelitian tercemar mikroplastik. Ini ancaman serius bagi kesehatan warga. Karena itu, kami mengimbau masyarakat agar tidak ‘mangap’ saat hujan turun, sebab menelan air hujan dapat meningkatkan kadar mikroplastik dalam tubuh,” ujar peneliti GrowGreen sekaligus mahasiswa Unesa, Shofiyah, dalam keterangan tertulisnya, Minggu (16/11/2025).
Dalam penelitian tersebut, para peneliti menggunakan wadah logam dan kaca berdiameter 20–30 sentimeter yang dipasang di ketinggian lebih dari 1,5 meter.
Air hujan ditampung selama 1–2 jam untuk mengukur jumlah partikel per liter. Hasilnya cukup mencengangkan.
Kawasan Pakis Gelora tercatat sebagai lokasi dengan kadar tertinggi, yakni 356 partikel per liter, disusul Tanjung Perak dengan 309 partikel per liter.
Koordinator Penelitian Mikroplastik Surabaya, Alaika Rahmatullah, menjelaskan bahwa tingginya kadar mikroplastik di Pakis Gelora dipicu aktivitas pembakaran sampah, pasar, serta kepadatan lalu lintas.
Mikroplastik ini umumnya berasal dari pembakaran sampah plastik, gesekan ban dengan aspal, hingga kegiatan rumah tangga seperti laundry.
Jenis mikroplastik yang paling dominan adalah fiber, serat plastik halus yang ringan dan mudah terbawa angin.
“Hanya dua jenis mikroplastik yang ditemukan dalam udara Kota Surabaya, yaitu fiber dan filamen,” jelas Peneliti Ecoton, Sofi Azilan Aini.
Ecoton juga menegaskan adanya kontribusi pencemaran dari laut berupa mikroplastik yang mencemari air laut yang dapat menguap, naik ke atmosfer, lalu turun kembali melalui hujan.
Di tengah temuan mengkhawatirkan ini, para peneliti menyuarakan rekomendasi kuat. Masyarakat diminta menghentikan pembakaran sampah plastik secara terbuka, tidak membuang sampah ke sungai maupun pesisir, mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, serta mendorong pemerintah melakukan uji kualitas mikroplastik secara reguler.
Sanksi sosial bagi pelaku pembakaran dan pembuangan sampah sembarangan juga dianggap penting untuk menekan perilaku merusak lingkungan.
Ternyata, hujan yang jatuh hari ini bukan lagi sekadar fenomena alam, melainkan alarm nyata. Surabaya kini berada di persimpangan, dan kesadaran warganya menjadi kunci untuk memutus rantai polusi plastik yang kian mencengkeram. (anto)


























