Bongkah.id – Kabar heboh meletup dari aplikasi Muslim Pro yang dilaporkan menjual data lokasi jutaan pengguna ke militer Amerika Serikat (AS). Data sekitar 98 juta pengguna smartphone yang mengunduh aplikasi tersebut di iOS dan Android dijual seharga USD 150 juta atau sekitar Rp 2,1 miliar.
Mengutip laporan Motherboard, ada dua aliran data paralel terpisah yang digunakan oleh militer AS untuk mendapatkan data lokasi pengguna Muslim Pro. Namun bukan hanya di Indonesia, militer AS juga membeli data umat muslim dengan modus serupa di seluruh dunia.
“Militer AS membeli data pergerakan granular orang di seluruh dunia, yang diambil dari aplikasi yang tampaknya tidak berbahaya,” tulis Joseph Cox dari Motherboard VICE pada hari Senin.
Salah satu pembeli data pengunduh Muslim Pro adalah Komando Operasi Khusus AS (USSOCOM), korps militer yang menangani kontra-pemberontakan, kontra-terorisme, dan berbagai aktivitas rahasia di seluruh dunia.
Juru bicara USSOCOM, Tim Hawkins, telah mengonfirmasi bahwa komando itu telah menggunakan Babel Street’s Locate X.
“Akses kami ke perangkat lunak digunakan untuk mendukung persyaratan misi Pasukan Operasi Khusus di luar negeri,” katanya dalam sebuah pernyataan, yang dikutip Russia Today, Selasa (17/11/2020).
“Kami sangat mematuhi prosedur dan kebijakan yang ditetapkan untuk melindungi privasi, kebebasan sipil, hak konstitusional, dan hukum warga negara Amerika,” imbuhnya.
Hawkins bungkam ketika ditanya apa yang dilakukan militer AS dengan data warga non-AS. Catatan publik menunjukkan USSOCOM menghabiskan sekitar USD 90.000 untuk membeli lisensi Locate X dan alat analisis teks Babel X pada bulan April.
Laporan Motherboard mengungkap dua perusahaan secara terpisah mengambil bagian dalam pengumpulan data ini. Laporan itu mengklaim telah menemukannya melalui catatan publik, wawancara dengan pengembang, dan analisis teknis.
Perusahaan lain disebut X-Mode, menggunakan software pengembangan kits (SDK) dalam aplikasi untuk mengumpulkan data dan menjualnya ke pihak ketiga, termasuk kontraktor pemerintah AS. Meskipun laporan tersebut tidak menentukan aplikasi mana yang datanya diambil oleh Locate X, laporan tersebut menyebutkan sejumlah aplikasi yang mengirim data ke X-Mode.
Militer AS terindikasi bukan satu-satunya yang menggunakan Locate X, dengan laporan sebelumnya menunjukkan bahwa Customs and Border Protection (CBP), Immigration and Customs Enforcement (ICE) dan Secret Service juga menjadi pelanggan platform tersebut.
Motherboard VICE dalam laporannya mengaku tidak mengetahui operasi spesifik apa pun di mana jenis data lokasi berbasis aplikasi ini telah digunakan oleh militer AS. Namun, laporan itu menunjukkan bahwa, pada 2015 militer AS telah mengakui menggunakan data tersebut untuk menunjukkan target serangan drone di Timur Tengah.
Muslim Pro, yang mengklaim telah diunduh sekitar 100 juta kali di seluruh dunia, adalah yang menjual data terbesar. Aplikasi ini berfungsi mengingatkan umat Islam tentang waktu salat lima waktu dan menunjukkan arah ke Makkah dari lokasi realtime pengguna untuk menentukan akurasi arah kiblat. Hal ini sangat sesuai dengan sasaran data yang diincar militer AS.
Aplikasi lain yakni Accupedo, penghitung langkah yang diunduh lebih dari lima juta kali di ponsel Android, CPlus untuk Craigslist, dan Global Storms—masing-masing dengan lebih dari satu juta unduhan. Eksperimen Motherboard juga menunjukkan Muslim Mingle— aplikasi kencan yang dikembangkan oleh perusahaan Vietnam—mengirimkan data ke X-Mode.
Bahkan Bubble Level yang tidak berbahaya, perangkat yang dimiliki untuk rumah atau apartemen mana pun yang membantu orang menggantung rak atau lukisan, mengirimkan data ke X-Mode, yang kemudian dilaporkan dijual ke kontraktor militer seperti Sierra Nevada Corporation atau Systems & Technology Research.
Terlepas dari kontroversi Muslim Pro, masih banyak aplikasi serupa yang data penggunanya dianggap masih aman. Antara lain, Umma, Muslim, Athan, Waktu Solat dan Prayer Time Complete. (bid)