Bongkah.id – Penetapan tersangka terkait kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit fiktik oleh salah satu bank plat merah di Jember kembali dilakukan Penyidik Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur.
Terbaru, kejaksaan menahan tersangka berinisial DJA, selaku Manager Koperasi Simpan Pinjam Mitra Usaha Mandiri Semboro (KSP MUMS), pada Rabu (16/10). Setelah sebelumnya tiga tersangka lainnya, SD, IAN, dan MFH, sudah lebih dulu dijebloskan ke tahanan.
Penahanan terhadap DJA dilakukan di Rutan Kelas I Surabaya selama 20 hari ke depan.
Kasipenkum Kejati Jatim, Windhu Sugiarto, menyatakan DJA ditangkap terkait pengajuan kredit fiktif yang berlangsung pada 2021 hingga 2023.
“Tersangka DJA mengajukan kredit atas nama petani tebu di Jember dan Bondowoso, namun kredit tersebut tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, seperti syarat kepemilikan lahan tebu dan kerja sama dengan pabrik gula,” ujarnya, Kamis (17/10).
Dari kredit yang diajukan, diduga sebagian dana digunakan untuk kepentingan pribadi DJA dan pihak lainnya. Akibatnya, kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 125,9 miliar.
“Jumlah ini berdasarkan hasil audit kerugian negara yang dilakukan oleh BPKP Jawa Timur,” tambahnya.
Kasus ini mencuat setelah laporan mengenai kredit fiktif dari KSP MUMS diterima oleh pihak Kejaksaan pada pertengahan tahun lalu. Penyidik kemudian melakukan penyelidikan dan menemukan berbagai indikasi tindak pidana korupsi. Pada 16 Juli 2024, Kejati Jatim resmi mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan dengan nomor Print – 992/M.5/Fd.2/07/2024 untuk mengusut lebih lanjut kasus ini.
Sepanjang penyidikan, sudah ada 78 saksi yang diperiksa oleh Kejati Jatim. Selain itu, penyidik juga melakukan penggeledahan di beberapa lokasi dan menyita berbagai dokumen serta barang bukti elektronik yang diduga kuat terkait dengan tindak pidana korupsi ini.
Modus yang dilakukan oleh DJA dan kawan-kawannya termasuk kredit topengan dan kredit tempilan. Kredit ini diajukan seolah-olah atas nama petani tebu, padahal lahan yang diajukan tidak sesuai atau bahkan fiktif.
“Tersangka DJA juga diduga bekerja sama dengan beberapa oknum untuk memperlancar aksi ini,” ungkap Windhu.
Penyidik menduga, uang yang seharusnya disalurkan untuk pengembangan usaha para petani tebu justru dialihkan ke penggunaan pribadi dan bisnis lain yang tidak terkait. Selain itu, beberapa dari kredit yang diajukan atas nama petani tebu tersebut bahkan tidak memiliki kerja sama yang jelas dengan pabrik gula di wilayah tersebut.
Tersangka DJA dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
“Dia juga akan dikenakan Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP sebagai bagian dari pihak yang turut serta dalam tindak pidana korupsi ini,” tambah Windhu.
Kejati Jatim memastikan bahwa kasus ini masih akan terus dikembangkan, terutama dalam menggali kemungkinan keterlibatan pihak lain dalam praktik kredit fiktif yang merugikan keuangan negara dalam jumlah besar ini. (addy/rf)