MANTAN terpidana dalam konspirasi pembunuhan aktifis HAM Munir, Pollycarpus Budihari Prijanto telah meninggal dunia di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP), Jakarta Selatan, Sabtu (17/10/2020). Mendiang meninggal, setelah 16 hari menjalani perawatan akibat terinfeksi Covid-19.

by Prima Sp Vardhana/bongkah.id

MANTAN pilot Garuda yang terlibat kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib, Pollycarpus Budihari Prijanto meninggal dunia akibat terpapar virus Covid-19. Pria yang gosipnya agen lepas Badan Intelejen Negara (BIN) ini menghembuskan nafas terakhirnya, di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP), Jakarta Selatan, Sabtu (17/10/2020).

ads

“Iya, betul. Almarhum meninggal jam 14.52 WIB di RSPP Pertamina. Almarhum selama 16 hari berjuang melawan Covid-19 yang menginfeksinya,” kata bekas pengacara Pollycarpus, Wirawan Adnan lewat pesan singkatnya yang diterima wartawan, Sabtu (17/10).

Ditanya soal rencana lokasi pemakaman mendiang, Wirawan menambahkan, belum mengetahui kabar tersebut. Pihak keluarga belum memberikan kepastian kabar.

ISTERI mendiang aktivis HAM, Sutjiwati bersumpah sampai kapanpun akan menggugat keadilan hukum di Indonesia. Untuk menghukum para pelaku yang terlibat pembunuhan terhadap suaminya Munir Said Thalib.

Sementara manajemen RSPP dalam keterangan tertulisnya yang diterima bongkah,id mengabarkan,jenasah Pollycarpus akan dimakamkan di TPU Pondok Ranggon pada Minggu (18/10/2020), dengan protokol COVID-19.

Ditegaskan RSPP, Pollycarpus yang terpapar Covid-19 dirawat sejak 1 Oktober 2020. RSPP adalah satu dari beberapa rumah sakit rujukan COVID-19, sementara Pondok Ranggon dijadikan area pemakaman khusus jenazah COVID-19.

Sebagai informasi, Pollycarpus adalah pilot senior maskapai Garuda Indonesia yang menjadi tersangka kasus pembunuhan aktivis HAM sekaligus pendiri KontraS dan Imparsial, Munir. Ia ditetapkan sebagai tersangka pada Maret 2005, setahun setelah kematian sang aktivis dalam penerbangan Jakarta-Belanda.

Pollycarpus terlibat dalam kasus misterius yang disebut Tim Pencari Fakta (TPF) Munir sebagai “pemufakatan jahat” atau konspirasi pembunuhan yang melibatkan lebih dari satu orang. Pembunuhan itu diduga dilakukan Pollycarpus dengan memasukkan racun arsenik ke minuman Munir saat transit di bandara Changi, Singapura.

Keterlibatan Pollycarpus dengan Munir tercatat dimulai pada hari kematian Munir, 7 September 2004. Kala itu, Pollycarpus yang merupakan pilot Garuda menumpang pesawat Garuda Indonesia di kelas bisnis. Duduk di samping Munir. Bahkan dia sempat bertukar kursi dengan Munir, sebelum kematiannya.

Menurut beberapa saksi, keduanya terlihat berinteraksi saat transit di Bandara Changi, Singapura. Saat itu, Munir transit untuk penerbangan ke Amsterdam, Belanda. Sementara Pollycarpus yang mengaku sebagai kru tambahan, menumpang penerbangan Garuda Indonesia rute Jakarta-Singapura. Keduanya berinteraksi di Cafe Coffee Bean, Bandara Changi.

Usai pertemuan keduanya, Munir meninggal dalam penerbangan menuju Amsterdam. Hasil otopsi jenazah menunjukkan Munir keracunan arsenik. Proses pembunuh diduga terjadi di kafe tempat Pollycarpus menemui Munir. Dalam pertemuan itulah, diduga penaburan racun arsenik terjadi pada jus jeruk yang diminum Munir, sebelum pesawat lepas landas.

Setelah berbagai temuan dan kejanggalan pernyataan Pollycarpus diungkap, Bareskrim Polri menetapkannya sebagai tersangka pada tanggal 18 Maret 2005. Pembunuhan itu juga diyakini TPF melibatkan petinggi Badan Intelijen Negara (BIN) dan Garuda Indonesia.

Motif “penutupan” terhadap Munir terjadi, karena arek Malang itu dikategorikan “ancaman”. Membahayakan kedaulatan NKRI. Munir ditengarahi akan mengirimkan data valid tentang pelanggaran HAM, yang dilakukan TNI dan Polri selama kekuasaan rezim Orde Baru ke Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court/ ICC) di Oude Waalsdorperweg 10, 2597 AK Den Haag, Belanda. Ini karena data valid tersebut dibutuhkan, untuk bahan studi hukum di Utrecht Universiteit. Ironisnya data valid pelanggaran HAM tersebut hilang dalam kekacauan di udara, saat Munir mengalami proses keracunan arsenik. Tas koper Munir berisi data tersebut raib. Sampai saat ini belum ditemukan.

Dalam menemukan benang merah motif pembunuhan terhadap Munir itu, TPF memeriksa Muchdi Purwopranjono (PR), mantan Deputi V BIN Bidang Penggalangan dan Propaganda. Temuan TPF setidaknya ada 27 kali panggilan telepon genggam Pollycarpus ke telepon genggam yang digunakan Muchdi. Juga, tercatat 6 kali komunikasi dari telepon Polly ke nomor kantor BIN di ruang kerja Muchdi, yang mana nomor yang dihubungi Pollycarpus tersebut diketahui merupakan nomor rahasia BIN. Nomor yang hanya diketahui oleh para agen BIN atau agen lepas BIN. Selain itu, juga empat kali komunikasi dari nomor telepon rumah Pollycarpus ke nomor telepon yang digunakan Muchdi.

Kesaksian Mantan Direktur Perencanaan dan Pengendalian Operasi BIN, Budi Santoso menegaskan adanya rencana sistematis pembunuhan Munir. Dia mengatakan Polly meneleponya untuk melaporkan, bahwa dia telah menyelesaikan misinya. Budi juga mengaku beberapa kali melihat Polly di kantor BIN.

Kendati demikian, Polly pada wawancara terakhirnya di Catatan Najwa pada April 2018 masih menyanggah hubungannya dengan Muchdi. Dia tak menganggap bukti-bukti TPF itu benar.

“Saya ingin minta pembuktian sampai sekarang juga enggak bisa. Jadi kalau mau dilihat dari hasil autopsi dan lain-lain itu enggak masuk semua,” kata Pollycarpus seusai menerima status bebas murni di Balai Pemasyarakatan Bandung, Jawa Barat, Rabu (29/8/2018).

Menurut dia, banyak sejumlah kejanggalan atas tuduhan pembunuhan Munir kepada dirinya. Tuduhan yang diberikan kepadanya adalah meracuni Munir dengan racun arsenik, yang dibubuhkan pada orange jus. Namun, vonisnya menaburkan arsenik pada mi goreng yang dimakan Munir. Sementara barang bukti mi goreng tidak ada dalam surat dakwaan. (bersambung)

6

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini