
Bongkah.id – Di bawah teduhnya langit Minggu pagi, halaman Zam Zam Mart di Jalan Nias, Kecamatan Sumbersari, Jember, mendadak ramai oleh tawa dan semangat anak-anak. Puluhan bocah dari TK hingga SD larut dalam lembar-lembar gambar yang hendak mereka warnai. Di antara mereka, enam anak dengan keistimewaan khusus duduk bersisian, memegang krayon dengan semangat yang tak kalah besar.
Mereka adalah anak-anak difabel penyandang disabilitas dan down syndrome yang hadir tak hanya untuk berkompetisi, tetapi untuk menunjukkan bahwa mereka pun punya ruang untuk bersinar.
Menurut Ketua Panitia, Cici Deli, lomba ini bukan sekadar tentang menang atau kalah, tetapi tentang membuka ruang kebersamaan.
“Kami ingin anak-anak merasakan semarak Idul Adha, sekaligus belajar arti berbagi dan menghargai perbedaan,” ujar perempuan yang akrab disapa Bunda Delia ini.
Dari 60 peserta, sekitar 10 persen di antaranya merupakan anak berkebutuhan khusus. Sebuah langkah inklusif yang masih jarang ditemui dalam kegiatan serupa.
“Kami sengaja mengajak mereka karena terlalu sering mereka tak diajak serta. Padahal, mereka anak-anak hebat yang juga pantas mendapat tempat,” lanjut Delia.
Bagi para orang tua, momen ini lebih dari sekadar acara mewarnai. Sumiati, warga Ledokombo, mendampingi anak perempuannya yang menyandang disabilitas.
Dengan mata berbinar dan suara tertahan, ia bercerita, “Saya hanya ingin anak saya merasa punya teman. Biar dia nggak tumbuh dalam kesendirian.”
Ia mengakui, tak sedikit orang menganggap anaknya “berbeda”, bahkan “bodoh”. Tapi baginya, mengajak sang anak aktif dalam kegiatan seperti ini adalah bentuk perlawanan terhadap stigma. “Saya ingin dia tahu bahwa dia berharga,” ucapnya pelan.
Gwin, salah satu peserta difabel, dengan senyum malu-malu berkata, “Aku mau pintar sama berani. Biar bisa juara terus.”
Lomba ini memang berakhir dengan bingkisan dan tepuk tangan, tapi lebih dari itu, ia meninggalkan jejak penting: bahwa inklusi bukan sekadar wacana, tapi nyata ketika ruang benar-benar diberikan.
Komunitas Familenial berharap gerakan kecil ini bisa menjadi contoh bagi banyak komunitas lain. Bahwa dalam warna-warni kehidupan anak-anak, tak seharusnya ada yang dibiarkan hitam-putih karena perbedaan. (atta/sip)