bongkah.id – Periode Maret-April 2021 memasuki masa panen raya padi di Indonesia. Karena itu, Komisi IV DPR RI menolak kebijakan impor beras sebesar satu juta ton yang direncanakan pemerintah. Yang rencananya dialokasikan untuk penyediaan stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP) sebanyak 500 ribu ton. Dan, kebutuhan Perum Bulog sebanyak 500 ribu ton dengan memperhatikan serapan produksi padi nasional.
Para wakil rakyat di Senayan itu, bahkan meminta pemerintah melalui Perum Bulog untuk memprioritaskan penyerapan hasil produksi beras hasil panen rakyat.
“Komisi IV DPR RI meminta pemerintah dalam tata kelola komoditas pangan nasional lebih mengutamakan produksi dalam negeri. Karena itu, Komisi IV menolak keputusan rencana importasi satu juta ton beras oleh Perum Bulog,” kata Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Hasan Aminuddin membacakan kesimpulan hasil Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama dengan Kementerian Pertanian, Perum Bulog, dan BUMN Kluster pangan di Gedung DPR-MPR RI Senayan, Senin (15/3/2021).
Sebagaimana diketahu, pemerintah lewat Perum Bulog merencanakan melakukan impor beras sebesar satu juta ton. Namun, rencana itu mendapat banyak penolakan dari sejumlah anggota DPR. Rencana itu dinilai tidak berpihak pada petani Indonesia. Sebab rencana kebijakan impor beras itu dilakukan di saat produksi padi dalam negeri, memasuki masa panen raya dengan potensi produksi yang meningkat.
Sementara Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso dalam RDP tersebut menyampaikan, saat ini stok beras yang tersedia di gudang Bulog mencapai 883.585 ton. Rinciannya 859.877 ton merupakan stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP), dan 23.708 ton stok beras komersial. Stok tersebut dinilai cukup untuk kebutuhan penjualan, Program KPSA, dan tanggap darurat bencana sesuai dengan kebutuhan Perum Bulog.
Bahkan dari jumlah stok CBP yang ada saat ini, pria yang karib disapa Buwas itu mengungkapkan, terdapat beras turun mutu eks impor tahun 2018. Jumlahnya sebanyak 106.642 ton dari total impor beras sebanyak 1.785.450 ton. Beras yang sudah dalam masa simpan tahunan keseluruhannya berjumlah 461 ribu ton.
Sementara beras sisa impor tahun 2018 yang masih tersedia di gudang Bulog sebanyak 275.811 ton, yang 106.642 ton di antaranya mengalami turun mutu. Ironisnya Bulog sangat kesulitan menyalurkan beras sisa ekspor tahun 2018 sebanyak 275.811 ton itu, yang sebagian di antaranya telah mengalami turun mutu.
Atas keluhan yang disampaikan Buwas tersebut, Komisi IV DPR RI meminta pemerintah memberikan kewenangan yang seimbang, antara menyerap gabah petani dan penugasan penyaluran pada Perum Bulog dalam pengadaan dan penyaluran komoditas pangan strategis nasional.
“Selanjutnya, Komisi IV merekomendasikan melanjutkan penugasan kepada Perum Bulog mengenai pengelolaan CBP, dengan mengutamakan penyerapan gabah beras produsen dan penugasan untuk penyaluran kepada masyarakat berpendapatan rendah. Yang sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2020 dalam rangka ketahanan pangan nasional dengan demikian terjadi perputaran stok beras dalam Perum Bulog,” kata Hasan Aminudin.
Sebelumnya Asosiasi Petani dari Kelompok Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Nasional meminta pemerintah, untuk meninjau dan mengkaji ulang terkait kebijakan impor beras yang akan dilakukan pada saat produksi beras dalam negeri diprediksi meningkat.
“Sehubungan dengan adanya rencana impor komoditi beras, KTNA meminta pemerintah meninjau dan mengkaji ulang kebijakan impor beras,” kata Sekretaris Jenderal KTNA Yadi Sofyan Noor dalam keterangan tertulisnya, Senin (8/3/2021).
Menurut dia, kebijakan impor beras itu akan berdampak penurunan harga jual hasil panen padi petani. Kondisi itu akan membuat mental petani tertekan. Sebab merasa kurang dihargai jerih payahnya selama ini oleh pemerintah.
Dikatakan, para petani telah berusaha memanfaatkan waktu, tenaga, dan modal usahanya untuk meningkatkan hasil produksi pertanian dalam rangka mengantisipasi kelangkaan pangan. Hasil usaha tersebut pada saat ini di beberapa wilayah Indonesia sudah memasuki masa panen. Yaitu di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB, Papua, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Gorontalo, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, serta Kalimatan Selatan. Dia memastikan bahwa awal Maret hingga Mei merupakan masa panen raya.
“Dengan kondisi saat ini yang memasuki masa panen raya itu, diharapkan pemerintah melalui Perum Bulog dapat menyerap dan menampung hasil produksi padi di daerah-daerah,” katanya.
Selain itu, hasil panen tahun 2021 ini berpotensi membuat peningkatan produksi beras. Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, adanya potensi peningkatan produksi padi pada 2021. Yaitu potensi produksi padi subround Januari hingga April 2021 sebesar 25,37 juta ton Gabah Kering Giling (GKG), yang mengalami kenaikan sebanyak 5,37 juta ton atau 26,88 persen. Hasil itu dibandingkan subround yang sama tahun 2020, sebesar 19,99 juta ton GKG.
KTNA, dikatakan, sangat mengapresiasi pernyataan Presiden Jokowi saat Rapat Kerja Kementerian Pertanian pada 11 Januari 2021 silam. Saat itu, presiden mengatakan perlunya sikap berhati-hati dengan impor. Selain itu, pada 4 Maret saat rapat kerja Kementerian Koordinator Perekonomian dengan Kementrian Perdagangan, presiden menegaskan untuk tidak menambah impor. Sebaliknya harus mendorong peningkatkan hasil produksi dalam negeri.
“Untuk itu KTNA berharap pemerintah lebih mengantisipasi permasalahan yang akan muncul terutama pada saat panen raya komoditas padi, sehingga hasil panen lebih optimal untuk mencukupi pangan nasional,” katanya. (bid-3a)