Menyingkap Dugaan Korupsi Lain MKP (2): Fee Diterima, Ijin Pendirian Pabrik Tak Pernah Dikeluarkan
Kantor Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Mojokerto Jalan RA Basuni

Bongkah.id – Skandal dugaan penipuan dan pengelapan terkait perijinan yang mencatut mantan Bupati Mustofa Kamal Pasa (MKP) kian terkuak. Berbeda dari kasus korupsi perijinan tower yang telah menyeret MKP ke penjara, kali ini investor bahkan tidak pernah memperoleh ijin pendirian pabrik keramik setelah menggelontorkan fee Rp 15 miliar.

PT SCAD berencana membangun pabrik keramik di wilayah utara Sungai Brantas, Kabupaten Mojokerto, tahun 2014 lalu. Keseriusan pembangunan pabrik itu ditunjukkan investor dengan melakukan pembebasan lahan dan memborong sejumlah bidang sawah milik warga.

ads

Beberapa lahan diantaranya tiga bidang sawah milik salah seorang warga masing-masing seluas 460 meter2, 310 m2 dan 980 m2,. Semuanya belum bersertifikat atau masih berstatus letter C.

“Itu kondisinya masih lahan ijo (pertanian). Tapi karena lokasinya cocok untuk mendirikan pabrik, kami langsung membayar lunas,” kata perwakilan PT SCAD, AS.

Di tengah proses pembebasan lahan itu, pihak investor mendapat angin segar lain. Ada salah satu anggota DPRD Kabupaten Mojokerto yang bersedia menjadi perantara mereka untuk membicarakan rencana pembangunan pabrik langsung dengan sang bupati.

“Lalu dipertemukan dengan Bupati (MKP). Waktu itu kami difasilitasi anggota dewan Pak Kusairin,” ungkapnya

Kedua pihak menggelar pertemuan beberapa kali untuk mematangkan rencana pendirian pabrik. Selama proses itu, investor juga terus berupaya membebaskan lahan hingga luasannya mencapai 23 hektar.

“Akhirnya ada permintaan biaya untuk pengurusan ijin totalnya Rp 15 miliar, katanya ijin akan dikeluarkan setelah pembyaran lunas. Karena secara kalkulasi bisnis masih memungkinan, maka kami memenuhi permintaan itu. Tapi bayarnya secara bertahap, lima kali,” ujar AS.

Menurutnya, seluruh proses penyerahan dan penerimaan uang dilakukan oleh perantara kepercayaan dari kedua belah pihak. Transaksi itu terjadi pada tahun 2015.

Namun setelah total Rp 15 miliar sudah terpenuhi, AS menyebut, pihak MKP ternyata ingkar janji. Hingga melewati waktu satu bulan, terpidana kasus korupsi pengurusan perijinan pendirian tower itu tidak menerbitkan ijin pembangunan pabrik keramik.

“Lalu tiba-tiba ada permintaan lain agar luas pembebasan lahan dinaikkan menjadi 50 hektar. Tentu saja kami tidak langsung memenuhinya, ijin lokasi yang 23 hektar saja belum keluar, bagaimana kami mau menaikkan jadi 50 hektar,” tandasnya.

Akibatnya, rencana pendirian pabrik seketika mandeg di tengah jalan. AS menjelaskan, pihaknya menempuh berbagai upaya agar proyek tersebut  dapat terwujud karena duit miliaran rupiah sudah digelontorkan.

“Kami sudah mengajukan permohonan pengurusan ijin secara resmi ke Dinas Perijinan. Tapi tidak pernah diproses,” tukasnya.

AS menyebutkan, Kepala Dinas Perijinan saat itu menyatakan mendapat peringatan keras dari bupati agar tidak memproses permohonan dari PT SCAD. Tanpa restu kepala daerah, lanjutnya, pejabat dinas tidak berani melangkah lebih jauh.

“Berkas permohonan sudah masuk, tapi tidak pernah diproses karena dilarang atasan. Sampai ganti kepala dinas dari Pak Nurhono ke Pak Yoko itu tidak pernah diproses,” ungkapnya.

Upaya PT SCAD tak berhenti di situ. Perusahaan juga mengajukan permohonan kajian teknis tata ruang ke Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Mojokerto.

Namun semua upaya tak membuahkan hasil sesuai harapan. Hingga pada Juli 2016, perusahaan melayangkan permohonan fasilitasi perolehan ijin lokasi dan hak kepemilikan lahan  ke Badan Koordinasi Penanaman Modal (BPKM).

“Kami sempat diundang ke Kantor BKPM di Jakarta pada 26 Juli 2016. Tapi sampai sekarang fasilitasi itu tidak ada hasilnya,” ujarnya.

Alhasil, hingga kini lima tahun berlalu sejak pelunasan fee, PT SCAD tak penah memperoleh ijin pendirian pabrik yang dijanjikan MKP. Saat ini, pihak perusahaan sudah menyerah untuk mengusahakan ijin tersebut dan meminta suami Ikfina Fahmawati, calon Bupati Mojokerto 2020, itu mengembalikan duit Rp 15 miliar.

“Kami tidak menghitung uang yang sudah kami keluarkan untuk pembebasan lahan. Hanya minta yang Rp 15 miliar itu saja dikembalikan,” pungkas AS. (bid)

1

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini