bongkah.id – Peredaran narkoba kini bukan hanya masalah kota besar atau kalangan elite. Racun mematikan ini telah menembus gang-gang sempit kampung perkotaan hingga pelosok desa.
Dari sabu hingga pil koplo, semuanya mudah berpindah tangan, dari geng jalanan hingga remaja pengangguran yang nongkrong di pos ronda.
Fenomena ini menggugah keprihatinan Prof. Dr. Siswanto, Ketua Harian Lembaga Rehabilitasi Pencegahan Penyalahgunaan Narkotika Bhayangkara Indonesia (LRPPN-BI) DPW Jawa Timur.
Dengan semangat penyuluh masyarakat, ia turun langsung ke akar rumput, menggelar kampanye anti narkoba dari satu kampung ke kampung lain di Surabaya.
“Saya tidak ingin hanya bicara di ruang seminar. Saya ingin hadir di tengah warga, di tempat masalah itu tumbuh,” ujar Siswanto, aktivis yang pernah berprofesi sebagai wartawan di era 1990-an.
Ia mencontohkan penggerebekan di kampung narkoba Jalan Kunti, Surabaya, yang mengamankan 25 orang beserta 57 paket sabu. “Dari 25 tersangka, dua di antaranya pengedar dan sisanya pengguna. Beberapa kami rehabilitasi di tempat kami,” ungkapnya.
BENTENG PERTAMA
Melalui forum diskusi bertema “Pemuda Prestasi Tanpa Narkoba” di Bronggalan Sawah, Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (8/11/2025), Siswanto menggandeng Karang Taruna sebagai garda depan pencegahan. Ia menekankan bahwa pemuda kampung harus menjadi benteng pertama melawan narkoba.
“Narkoba bukan lagi urusan kota besar atau selebritas. Sekarang kampung pun jadi sasaran empuk. Karena itu, pemuda harus berani menjaga lingkungan dari ancaman ini,” tegasnya.
Para pemuda Bronggalan menunjukkan kepedulian tinggi. Mereka belajar mengenali tanda-tanda awal penyalahgunaan, memahami modus pengedar, serta memperkuat solidaritas sosial dengan saling menjaga.
Siswanto juga berbagi pengalaman mengelola rumah rehabilitasi bagi korban penyalahgunaan narkoba di Jl. Khairil Anwar, Surabaya.
Ceritanya membuka mata peserta bahwa siapapun bisa terjerumus, namun setiap orang juga memiliki kesempatan untuk bangkit.
“Kampung harus jadi zona bersih narkoba. Pemuda harus berprestasi, bukan berhalusinasi,” katanya penuh semangat.
Pria kelahiran Jepara, 64 tahun silam itu menempuh pendidikan S1 di IKIP Surabaya, S2 di Universitas Satya Wacana Salatiga, serta meraih gelar doktor dan profesor di Jepang. Dengan latar akademik dan pengalaman sosial yang kuat, ia meyakini perubahan besar dapat dimulai dari hal kecil—dari kampung sendiri.
Melalui LRPPN BI, Siswanto terus menjaga komitmen untuk memberi edukasi dan layanan rehabilitasi bagi masyarakat. Lembaga ini aktif dalam pencegahan, pemulihan, serta kerja sama dengan BNN dan pemerintah daerah untuk menekan angka penyalahgunaan narkotika.
“Perang terhadap narkoba bukan hanya tugas aparat. Ini tanggung jawab moral kita semua,” ujar Siswanto.
Gerakan kecil dari kampung, katanya, bisa menjadi gema besar yang menular ke seluruh kota, menjadikan Surabaya lebih sehat, produktif, dan bebas narkoba. (anto/kim)






























