Bongkah.id – Maraknya mafia tanah dan sertifikat palsu tengah menjadi sorotan nasional. Di Jawa Timur, kejahatan pertanahan ini rupanya sudah mencapai puluhan kasus.
Direkur Jenderal Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan Kementerian ATR R.B. Agus Widjayanto mengatakan, terdapat kasus pemalsuan 40 sertifikat di Jatim. Ironisnya, banyak sertifikat palsu itu dijadikan jaminan kredit dengan nilai masing-masing puluhan juta rupiah.
Mengingat tidak diperlukan akta hak tanggungan, maka pihak debitur atau bank tidak melakukan pengecekan sertifikat tanah. Menruut Agus, klasus semacam ini yang kerap menimbulkan sengketa pertanahan.
“Ketika hendak melakukan pengajuan kredit untuk kedua kalian baru dilakukan pengecekan dan ternyata sertipikat tanah tersebut terbukti palsu. Terbukti palsu karena nama-nama yang tercetak pada sertipikat tidak sesuai dengan nama yang tercetak di buku tanah,” ujarnya dalam keteranganya, Sabtu (13/3/2021).
Agus menjelaskan, sengketa tanah seperti ini sifatnya multi dimensi. Dalam dimensi hukum, permasalahan sengketa pertanahan cukup kompleks karena terkandung persoalan hukum perdata dan pidana.
Oleh karena itu, penyelesaian target operasi ini tak hanya terpacu pada jumlah target operasi. Akan tetapi juga bagaimana hasil kegiatan penyelesaian target operasi juga dapat mengembalikan hak-hak bagi masyarakat yang berhak, adil dan kepastian masyarakat terpenuhi.
“Kami hadir dan berkomitmen penuh memberikan kepastian hukum serta keadilan bagi masyarakat,” cetusnya.
Pada Januari 2021 lalu, Polda Jatim menangkap Agung Wibowo, tersangka kasus penggelapan sertifikat tanah senilai Rp 225 miliar. Warga Siwalankerto itu memperdayai pemilik tanah dengan sertifikat palsu. Dia kemudian menggadaikan sertifikat asli Rp 43,7 miliar.
Korbannya adalah ibu dan anak yang tinggal di Desa Tambakoso, Kecamatan Waru, Sidoarjo. Yakni, Elok Wahibah dan Miftahur Royan. ”Ini yang dinamakan kejahatan pertanahan,” ujar Kabidhumas Polda Jatim Kombespol Gatot Repli Handoko, Senin (25/1).
Gatot menuturkan, dalam aksinya pelaku tidak hanya melakukan penipuan atau penggelapan. Namun, juga membuat dokumen palsu. ”Kerugian yang dialami korban mencapai Rp 225 miliar,” tuturnya.
Kasus pertanahan mencuat dari skandal pengadaan lahan rumah DP Rp 0 oleh BUMD DKI Jakarta di Pondok Ranggon, Jakarta Timur. Sebanyak sembilan objek pembelian tanah diduga dimark up, salah satunya adalah pembelian tanah seluas 41.921 m2 yang berada di kawasan Munjul, Kelurahan Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur tahun 2019.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, dalam proses penyidikan sengkarut tanah ini, penyidik lembaga antirasuah telah menetapkan empat pihak sebagai tersangka. Mereka adalah Yoory Corneles (YC) selaku Dirut Sarana Jaya, Anja Runtuwene (AR) dan Tommy Adrian (TA). Selain itu, penyidik juga menetapkan PT AP (Adonara Propertindo) selaku penjual tanah sebagai tersangka kasus yang terindikasi merugikan keuangan negara senilai Rp 100 miliar.
Indikasi kerugian negara sebesar Rp 100 miliar, terjadi karena ada selisih harga tanah Rp 5.200.000 per meter persegi dengan total pembelian Rp 217.989.200.000. Sementara dari total 9 kasus pembelian tanah yang dilaporkan ke KPK, terindikasi merugikan keuangan negara sekitar Rp 1 triliun. (bid)