Bongkah.id – Musim kemarau selalu menjadi masa yang berat bagi Ibu Siti Aminah, warga Desa Plosobuden, Kecamatan Deket, Kabupaten Lamongan. Saat debit air dari telaga menipis, ia harus menghemat setiap tetes untuk kebutuhan mencuci, memasak, dan menyiram tanaman di pekarangan.
Namun, sejak akhir Juli lalu, kehidupannya berubah. Sebuah tangki penampung air hujan berwarna biru kini berdiri di sudut halaman rumahnya, lengkap dengan talang yang terhubung ke atap. Air yang dulu mengalir begitu saja ke tanah, kini tertampung rapi untuk digunakan saat kemarau.
“Dulu saat musim kemarau, kami sering kekurangan air, apalagi untuk mencuci dan menyiram tanaman. Sekarang alhamdulillah ada alat penampung dari kampus, jadi air hujan bisa kami manfaatkan,” ucap Siti Aminah sambil tersenyum, Sabtu (9/8/2025).
Perubahan itu hadir berkat program edukasi dan pelatihan konservasi air hujan yang diinisiasi Universitas Islam Majapahit (UNIM) Mojokerto. Dipimpin Eko Sutrisno, bersama Ainin Bashiroh, dan Yanuarini Nur Sukmaningtyas.
Tim ini datang ke Balai Desa Plosobuden pada 29 Juli 2025 untuk mengajak warga memanfaatkan air hujan sebagai sumber alternatif air bersih.
Pelatihan tak hanya berupa ceramah, tetapi juga demonstrasi cara membuat saringan sederhana, menghitung kebutuhan air keluarga saat kemarau, dan merawat sistem penampungan agar tetap higienis. Bahkan, sebelas rumah warga termasuk milik Siti Aminah dipilih sebagai proyek percontohan pemasangan instalasi panen air hujan.
Kepala Desa Plosobuden, Abdul Wachid, menyebut program ini sejalan dengan upaya pemerintah desa mendorong kemandirian warga. “Ke depan, kami ingin sistem ini diterapkan tidak hanya di rumah, tapi juga di musholla dan posyandu,” ujarnya.
Bagi Siti Aminah, manfaatnya sudah terasa sejak hari pertama hujan turun. “Kalau dulu hujan hanya membuat halaman becek, sekarang malah bikin tangki penuh. Airnya bisa dipakai untuk kebutuhan sehari-hari,” katanya.
Program ini juga menjadi bagian dari kontribusi UNIM terhadap Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) poin ke-6: Akses Air Bersih dan Sanitasi Layak. Eko Sutrisno menegaskan, pengelolaan air tidak harus mahal. “Bisa dimulai dari atap rumah sendiri, dari ember plastik, dari talang air. Yang dibutuhkan adalah pengetahuan, kemauan, dan kerja sama,” pungkasnya. (ima/sip)