Bongkah.id – Pandemi COVID-19 bukan hanya berdampak ke berbagai sektor, tetapi juga membawa keprihatinan mendalam bagi masyarakat.
Per Minggu (8/8/2021), virus corona telah merenggut 22.932 jiwa hingga mengakibatkan 5.733 anak-anak menjadi yatim/piatu.
Dari jumlah korban meninggal akibat COVID-19, sebanyak 125 di antaranya anak-anak. Rinciannya, usia 0-5 tahun ada 59 jiwa dan usia 6-18 sebanyak 66 jiwa.
Salah satu nasib getir dialami empat orang anak warga Kebraon, Surabaya. Dalam waktu sekejap, mereka menjadi yatim piatu karena ayah ibunya meninggal lantaran terinfeksi COVID-19. Keempatnya pun akhirnya terpaksa keluar dari rumah kontrakan yang selama ini ditinggali bersama ayah ibunya.
“Kabarnya, anak-anak itu sekarang ikut kerabat dari ayahnya di Kediri,” ucap Rahayu, tetangga anak-anak itu saat dihubungi.
Menurut Rahayu, ibu dari empat anak itu meninggal lebih dulu pada empat bulan lalu. Ia mengembuskan napas terakhir karena terpapar COVID-19 justru setelah dibawa pulang dari rumah sakit swasta di Wiyung, Surabaya.
“Dia dibawa ke rumah sakit karena memang sakit-sakitan sejak lama, tapi diagnosa awal bukan covid. Empat hari di rumah kondisinya makin drop dan akhirnya meninggal,” kata Rahayu.
Sepekan setelah istrinya meninggal, suaminya, Tris (nama samaran) menyusul pergi juga karena terinfeksi COVID-19. Satpam Perumahan Kebraon Indah Permai itu ambruk setelah menggelar selamatan tujuh hari meninggalnya sang istri. Meninggalnya Tris dan istrinya membuat empat anaknya yang masih usia SMA, SMP dan SD itu terpaksa keluar dari rumah kontrakan karena masa sewanya habis.
“Sebenarnya yang punya kontrakan tidak mengusir, tapi empat anak tersebut tahu diri,” ungkap Rahayu.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Kependudukan (DP3AK) Jawa Timur Andriyanto mengatakan, pendataan anak-anak yatim/piatu yang orang tuanya meninggal dunia akibat COVID-19 masih dalam proses di kabupaten/kota. Selanjutnya, akan dilakukan intervensi.
“Antara lain pemberian bantuan sosial spesifik, pendampingan psikologi, peningkatan kapasitas ekonomi anak, pemberian hak sipil anak dan lain-lain,” kata Andriyanto, Senin (9/8/2021).
Andriyanto menjelaskan, upaya intervensi kepada anak-anak itu dilakukan secara paripurna dan berkelanjutan, dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan. Seperti lembaga masyarakat dalam dan luar negeri, pengusaha, media, perguruan tinggi, Himpunan Psikologi Jawa Timur, UNICEF dan lain-lain.
Adriyanto menuturkan bahwa anak-anak yatim piatu itu rentan menimbulkan masalah sosial bila keliru dalam menangani. Misalnya terjerumus dalam pekerja anak setelah putus sekolah lantaran tak ada lagi yang membiayai.
“Rawan dieksploitasi tenaganya, tanpa upah layak,” kata Andriyanto.
Kondisi itu, tuturnya, rawan menambah jumlah angka kemiskinan ketika mereka berumah tangga kelak. Kerawanan lainnya, imbuh Andriyanto, mereka dapat terjerembab ke dunia kriminalitas, seks bebas, prostitusi anak, budak narkoba, bahkan terorisme.
“Dalam kondisi putus asa, mereka mudah dipengaruhi orang lain,” ujar Andriyanto.
Dengan menggandeng seluruh pemangku kepentingan, DP3AK Jawa Timur berusaha mengurangi beban mereka. Anak yatim piatu usia SMP dan SMA akan dibekali ketrampilan kerja yang dapat menghasilkan uang. Mereka bakal disalurkan ke balai latihan kerja sesuai bakat dan kemampuannya.
“Dalam inisiasi kegiatan dan program-program melindungi anak-anak tersebut, kami lakukan antara lain hal tersebut,” jelasnya. (bid)