bongkah.id – Masyarakat Jatim saat ini kesulitan memperoleh tabung gas oksigen dan obat terapi Covid-19 dengan harga normal. Pasar menawarkan dengan harga rata-rata berlipat kali dari harga eceran tertinggi (HET), yang ditetapkan Kementrian Kesehatan (Kemenkes). Fakta ini harus diselesaikan dengan penegakan hukum.
“Secara umum, masyarakat Jatim saat ini relatif kesulitan untuk mendapatkan tabung gas oksigen dengan harga normal. Demikian pula harga jasa isi ulangnya,” kata Kepala Kantor Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Wilayah IV Surabaya Dendy Rakhmad Sutrisno saat dikonfirmasi, Kamis (8/7/2021).
Menurut dia, fakta permainan harga tabung gas oksigen itu dikumpulkan dari hasil pantauan pada 10 daerah. Yakni Madiun, Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Malang, Bali, Banyuwangi, Jember, Mojokerto, dan Kediri. Pada setiap daerah itu rata-rata harganya naik tak terkendali. Misalnya tabung gas oksigen ukuran 1 M3 dijual menjadi Rp1,2 juta hingga Rp2,1 juta. Sebelum pandemi harganya antara Rp700 ribu sampai Rp800 ribu. Harga tertinggi sebesar Rp2,1 juta itu terpantau di Banyuwangi.
Demikian pula untuk jasa isi ulang tabung gas oksigen. Ikut mengalami peningkatan harga berlipat kali. Harga sebelum pandemi sebesar Rp30 ribu per meter kubik. Saat ini menjadi Rp150 ribu per meter kubik. Harga tertinggi jasa pengisian ulang oksigen itu, terpantau di Surabaya.
Sementara untuk obat terapi Covid-19 yang terpantau di 5 daerah di Jatim. Yakni Surabaya, Mojokerto, Malang, Sidoarjo, dan Gresik. Menunjukkan terbatasnya akses masyarakat memperoleh obat-obatan tersebut di apotek. Kalau pun ada, maka obat-obatan tersebut dijual dengan harga diatas HET. Itu pun dengan merk lain.
Dia contohkan, obat Favipiravir 200mg. Obat yang HET per tablet Rp22.500 itu tidak tersedia di pasar. Obat diganti dengan merek Avegan yang dijual dengan harga Rp68.000 sampai Rp76.900 per tablet. Sementara kandungan Favipiravir dan Avegan itu sama.
Sebelumnya, pemerintah menentukan 11 jenis obat terapi Covid-19 yang telah diatur HET-nya berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) Nomor HK.1.7/Menkes/4826/2021 tentang HET Obat dalam Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019.
Namun di pasaran, Favipiravir yang masuk dalam obat yang HET diatur Kemenkes sulit didapat. Digantikan oleh Avegan atau Avigan, yang diproduksi oleh pabrik sama. Pun kandungannya sama dengan Favipiravir. Hanya saja harga Avegan tak diatur dalam HET, sehingga pasar bisa mempermainkan harga.
Sebagaimana diketahui, obat Favipiravir dan Avegan itu adalah obat antivirus. Kedua obat itu dikembangkan oleh Toyama Chemical (anak perusahaan Fujifilm). Obat ini memiliki aktivitas melawan berbagai virus RNA. Senyawa antivirus turunan dari pirazinkarboksamida. Dalam percobaan yang dilakukan pada hewan, Favipiravir menunjukkan adanya aktivitas melawan virus influenza, virus West Nile, virus demam kuning, virus penyakit mulut dan kuku, flavivirus, arenavirus, bunyavirus, dan alphavirus.
Selain itu, favipiravir juga menunjukkan adanya aktivitas melawan enterovirus dan virus demam lembah rift. Favipiravir juga memiliki efektivitas yang terbatas terhadap virus Zika, dalam penelitian pada hewan.Obat ini juga menunjukkan efektivitas melawan rabies. Favipiravir telah digunakan secara eksperimental pada beberapa pasien yang terinfeksi virus.
Menyikapi kondisi tersebut, KPPU memutuskan melakukan pemeriksaan dalam ranah penegakan hukum. Dalam prosesnya KPPU akan menginvestigasi berbagai pihak yang terkait, termasuk pelaku usaha, yang dianggap terindikasi melakukan pelanggaran persaingan usaha.
Kebijakan yang akan dilakukan KPPU itu, menurut Dendy Rakhmad Sutrisno, sesuai dengan UU No. 11/2020 dan PP No. 44/2021. Pelaku usaha dapat dijatuhi denda hingga 10 persen dari total penjualan produk tersebut.
“Dalam melaksanakan penegakan hukum ini, kami juga akan berkoordinasi dengan Satgas Covid-19 dan lembaga hukum Polri serta Kejaksaan. Selain saling bertukar informasi guna menjaga keamanan pasokan tersebut, kami akan melakukan operasi pasar bersama,” katanya.
Tidak hanya itu, Kanwil IV KPPU akan sangat terbuka kepada publik. Menyampaikan informasi atau melaporkan, adanya dugaan persaingan usaha tidak sehat dalam pasokan berbagai produk esensial dalam penanganan Covid-19.
“KPPU, Polri, dan Kejaksaanakan bekerjasama dalam menjaga pelaksanaan PPKM Darurat ini. Kami tidak ingin masyarakat menjadi korban permainan pelaku usaha oksigen dan obat terkait penanganan Covid-19,” ujarnya,
Selain itu, KPPU sangat terbuka kepada publik. Menampi informasi atau melaporkan adanya dugaan persaingan usaha tidak sehat, dalam pasokan berbagai produk esensial penanganan Covid-19 melalui surat elektronik di pengaduan@kppu.go.id. KPPU berjanji laporan tersebut akan segera ditindaklanjuti, dengan jeratan hukum yang akan ditangani oleh Polri dan Kejaksaan. (bid-02)