Sejumlah aktivis menyuarakan aspirasi penghapusan ambang batas calon presiden-wakil presiden di depan Gedung Mahkamah Konstitusi.

Bongkah.id – Masih buruknya situasi pandemik virus corona (Covid-19) tak membuat elit politik lupa untuk bermanuver mengotak-atik aturan Pemilu Presiden-Wakil Presiden dan Pilkada. Sebagian dari mereka ingin merevisi ambang batas pencalonan presiden dan menunda pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 sampai tahun depan.

Usulan terkait ambang batas presiden mencuat dalam pembahasan revisi UU Pemilu. Fraksi PAN termasuk salah satu yang menghendaki agar presidential threshold dihapus.

ads

“Jika aturan mengenai presidential threshold tidak berubah atau dihapus, maka jumlah pasangan calon Pilpres 2024 hanya dua pasang,” kata  Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Guspardi Gaus dalam keterangan tertulis, Senin (8/6/2020).

Menurut Guspardi, adanya ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) justru mengebiri hak politik mayoritas warga negara untuk mencalonkan diri sebagai presiden dan wakil presiden. Apalagi dengan penetapan ambang batas sebesar 20% kursi parlemen atau 25% suara sah.

“Paling tidak partai yang lolos ke senayan seharusnya diberikan hak mengajukan calon presiden dan wakil presiden,” ujar Guspardi memperkuat argumennya agar setiap partai bisa mengusung calon sendiri di Pilpres 2024.

Guspardi menegaskan, penerapan ambang batas juga memangkas opsi banyak calon yang bisa dipilih rakyat. Dualisme semacam ini, lanjutnya, hanya melahirkan potensi memecah belah.

“Jangan sampai pesta demokrasi yang seharusnya disikapi dengan kegembiraan justru menciptakan permusuhan yang berkepanjangan di antara anak bangsa,” tandasnya.

Berbeda jika ada lebih dari dua pasangan calon, yang membuat adanya pilihan lain bagi masyarakat. Serta, hal tersebut dinilainya lebih baik bagi negara yang menganut sistem demokrasi.

“Rakyat punya hak untuk memilih mana calon terbaik tidak perlu direkayasa kita harus seleksi dulu melalui ambang batas,” ujar Guspardi.

Sementara Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengusulkan ambang batas parlemen dan presiden dipangkas menjadi 4-5 persen saja. Alasannya, PKS tak ingin ambang batas yang tinggi menjadi penghalang.

“PKS berpendapat ambang batas untuk Presiden sama dengan ambang batas untuk Parlemen. Agar tidak ada barrier to entry (penghalang untuk masuk medan juang). PKS usul ambang batas Parlemen dan Presiden sama di angka 4-5 persen,” papar Anggota Komisi II Fraksi PKS Mardani Ali Sera  melalui pesan singkat, Senin (8/6).

PKS juga berpandangan ambang batas ini hanya untuk pemilu di tingkat nasional. Ambang batas untuk pemilihan legislatif tingkat provinsi dan kabupaten/kota sebaiknya ditiadakan.

“Dan untuk menjaga keberagaman ambang batas hanya diterapkan di pusat saja. Negara kita sangat luas dan beragam, hadirnya banyak elemen bangsa di DPRD baik sebagai katup sosial yang menjaga persatuan,” ujarnya.

Selain Pilpres dan Pemilu, wacana politik juga muncul terkait pelaksanaan Pilkada serentak 2020. Usulan menunda jadwal pelaksanaan pilkada sampai tahun 2021 mengemuka dari elit Partai Gerindra.

“Karena kita harus kurangi potensi manusia berinteraksi secara fisik. Dan kalau ke TPS itu pasti ada interaksinya, apalagi di daerah-daerah padat,” kata Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Sandiaga Uno dalam Halalbihalal secara virtual, Senin (8/6/2020). Usulan ini untuk mencegah virus corona yang dinilai rawan menular saat pelaksanaan Pilkada.

Namun, kalau memang terpaksa harus dilaksanakan pada tahun ini, Sandiaga menyodorkan dua opsi. Pertama, masyarakat harus bisa beradaptasi dengan situasi baru dalam penerapan new normal. Kedua, jika ingin pilkada seperti tahun-tahun sebelumnya, maka sebaiknya diundur sampai tahun 2021.

“Kalau masih masih dengan model seperti dulu orang datang berkumpul, orang kampanye, itu yang berbahaya kita. Jangan mengambil risiko kita mungkin tunda sampai 2021, toh juga pemerintah masih kesulitan dana,” tutur politisi yang akrab disapa Sandi.

Seperti diketahui, Pilkada 2020 akan digelar di 270 wilayah di Indonesia. Sebanyak 270 wilayah ini meliputi 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota.

Hari pemungutan suara Pilkada 2020 yang semula diagendakan pada 23 September diundur pada 9 Desember 2020. Tahapan pilkada akan mulai digelar Juni mendatang.

Penundaan ini buntut penyebaran virus corona. Keputusan mengenai penundaan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada Senin (4/5/2020). (bid)

1

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini