Bongkah.id – Para pedagang angkringan beramai-ramai menuntut Bupati berikan solusi, terkait adanya pembatasan berjualan di sepanjang jalur T, di Kabupaten Jombang, Jawa Timur.
Muhammad Afandi kordinator pedagang kopi angkringan di sepanjang jalur T, Jombang mengatakan pasca pedagang angkringan dibubarkan dan tidak di perbolehkan berjualan di area zona merah, para pedagang kini menyatukan tekat.
“Kini para pedagang angkringan telah membentuk dengan legal organisasi paguyupan PKL Angkringan Jombang,” ujar Afandi, Sabtu (8/3/2025).
Pembentukan paguyuban ini menanggapi terkait Surat Keputusan (SK) Bupati tentang peraturan lokasi perdagangan, lantaran PKL yang terdampak zona merah itu dilarang untuk berdagang tanpa adanya solusi.
“Iya, kami menyadari, memang pada dasarnya mereka telah melakukan pelanggaran jika berdagang di lokasi zona merah tersebut, tapi ketika para PKL angkringan tidak diperbolehkan berjualan, terus mereka mendapat penghasilan dari mana,” jelasnya.
Ia pun mengaku bahwa saat ini, para pedagang kelimpungan, lantaran saat ini momen ramadan, dan sebentar lagi lebaran. Jika tidak ada solusi dari Bupati, maka pedagang akan merasakan dampak pada lebaran nanti.
“Mereka berjualan itu merupakan bagian mata pencaharian mereka untuk menafkahi keluarganya. Apakah Pemerintah Jombang berkenan untuk menafkahi keluarga mereka semua jika tidak di perbolehkan berdagang, belum lagi mau lebaran,” tuturnya.
Ia pun mendesak agar Bupati Jombang, memberikan solusi pada para pedagang, yang terdampak dari aturan yang dibuatnya.
“Sebaiknya Pemerintah Daerah memberikan solusi, terutama bagi para PKL angkringan yang terdampak zona merah di titik lokasi tempatnya berdagang, apalagi ini bulan puasa dimana semua orang sudah pasti banyak kebutuhan untuk lebaran, tanpa ada tindakan dan solusi,” katanya.
Ia pun menyebut bahwa pembatasan berjualan tersebut sangat berdampak, mengingat durasi para pedagang untuk berjualan terbatas, di bulan ramadan ini.
“Aturan untuk PKL mulai jam 11 malam diharuskan tutup, kasihanlah mereka itu, sebab di bulan puasa ini mereka baru bisa membuka dagangannya habis maghrib terus jam 11 di suruh tutup, diwaktu sesingkat itu jualan mereka banyak yang masih belum laku dengan maksimal,” jelasnya.
Disinggung bahwa pembatasan berjualan itu dilatarbelakangi adanya peredaran minuman keras (miras), pihaknya pun menjelaskan bahwa persoalan itu hanya dugaan sementara, termasuk tudingan, para penjaga angkringan yang berpakaian kurang sopan.
“Ya kalau soal itu, kita sudah ada peraturan yang ketat dengan membuatkan pernyataan di atas materai, kepada seluruh owner angkringan untuk tidak berjualan miras, dan supaya berpakaian dengan sopan pada saat berjualan,” tuturnya.
“Dan jika ada yang melanggar dengan berjualan miras, maka kami bersepakat untuk melaporkannya langsung pihak terkait, kepada APH supaya di tindak dengan sesuai hukum yang berlaku,” kata Afandi.
Ia pun menyatakan bahwa para pedagang angkringan yang tergabung dalam paguyuban PKL Angkringan Jombang, mendesak Pemkab Jombang untuk menghadirkan kebijakan yang lebih adil, dan sesuai dengan prinsip keadilan sosial.
“Maka dengan ini kami sangat berharap kepada Bapak Bupati, yang katanya saat kampanye di pilkada 2025, akan Mbangun Deso Noto Kuto, untuk memberikan kebijakan yang lebih adil dengan sesuai prinsip keadilan sosial, dalam membangun umkm di Jombang, dan segera memberikan solusi bagi para pedagang kopi angkringan,” pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, pedagang angkringan di sepanjang jalur T, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, dilarang untuk berjualan hingga tengah malam.
Jalur T Kabupaten Jombang meliputi, Jalan Presiden KH Abdurraman Wahid atau Jl Gus Dur, Jl Ahmad Yani dan Jl KH Wahid Hasyim.
Apabila ada yang melanggar korps penegak perda tak segan-segan langsung menertibkan.
Kepala Satpol PP Jombang Thonsom Pranggono mengatakan, sesuai dengan SK (surat keputusan) Bupati nomor 100.3.3.2/54/415.10.1.3/2025 tentang lokasi pedagang kaki lima, titik-titik tersebut masuk dalam katagori zona merah.
“Dalam aturan tersebut memang seharusnya tidak boleh untuk berjualan,” ujarnya, Sabtu (1/3/2025).
Menurut Thonsom, ada pertimbangan PKL tersebut tetap diperbolehkan berjualan di titik-titik tersebut, salah satunya berkaitan relokasi.
“Karena memang juga belum ada tempat relokasi. Jadi boleh berjualan dengan catatan,” terangnya. (ima/sip)