
Bongkah.id – Di antara hamparan sawah yang seharusnya menjanjikan panen, kerusakan justru menyapa para petani pagi itu. Bulir jagung yang mulai menguning tampak rusak di sana-sini, sebagian batang rebah tak berdaya. Bukan karena bencana alam, melainkan serangan mendadak dari kawanan tikus yang tak biasa mereka kenal.
Petani menduga, sumber masalah bukan dari lahan mereka sendiri. Dan kecurigaan itu akhirnya menguat, saat Dinas Pertanian Kabupaten Jombang turun langsung melakukan peninjauan ke lapangan.
Ditemui terpisah, Akhmad Jani Masyhudi, Kepala Bidang Perlindungan, Pasca Panen dan Pemasaran Tanaman Pangan Perkebunan dan Hortikultura Dinas Pertanian Kabupaten Jombang, membenarkan adanya serangan tikus pada lahan petani tersebut. Ia juga menyebut kemungkinan besar tikus memang datang dari dalam pabrik.
“Jadi kami hari ini sudah melakukan survey lokasi, kita lihat kondisinya memang dugaannya tikus ini dari dalam pabrik keluar, bukan di sawah dia tempatnya,” lontarnya.
Jani dan timnya menyisir sawah dan menemukan satu petunjuk penting, tidak ada lubang aktif bekas sarang tikus seperti yang biasa ditemukan di lahan pertanian.
“Jadi kalau tikus di sawah itu kan pasti ada lubangnya, kami tidak menemukan lubang aktif sama sekali di sini,” ungkapnya usai melakukan survey.
Ia menduga tikus-tikus itu keluar dari dalam pabrik yang saat ini memang dalam kondisi kosong. Tidak ada ayam di dalamnya, tidak ada makanan, dan rerumputan di sekitar bangunan dibiarkan rimbun.
“Kondisi di dalam pabrik juga bisa dilihat kan rimbun sekali, dan itu rentan menjadi sarang tikus,” lontarnya.
Selain itu, dari pengakuan para petani, jenis tikus yang menyerang pun bukan tikus sawah biasa. Ciri fisiknya berbeda, berbulu abu kemerahan, bukan kehitaman seperti biasanya.
“Berbeda dengan tikus sawah yang cenderung kehitaman,” imbuhnya.
Jani memastikan bahwa pihaknya tak akan tinggal diam. Mereka segera menjadwalkan rapat lanjutan untuk membahas langkah ke depan, baik kompensasi maupun solusi permanen yang berkelanjutan.
“Ya kita akan pertemukan kembali, kita bahas apa yang bisa dilakukan sebagai solusi permanen. Kompensasi saja tidak cukup, kita perlu pertimbangkan langkah untuk solusi jarak jauh juga agar kejadian tak terulang terus,” pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Ponidi, seorang petani berusia 58 tahun dari Dusun Kedungsari, adalah salah satu korban serangan tikus tersebut. Ia mengisahkan bahwa situasi mulai memburuk sejak aktivitas bongkar pupuk di kandang milik PT SUR 3 dimulai.
“Waktu pokphand belum bongkar aman, setelah pokphand bongkar tikus berhamburan,” ucap Ponidi kepada wartawan, Selasa (3/6/2025).
Menurut Ponidi, dalam satu malam saja, hama tikus mampu menghabiskan lahan jagung seluas kurang lebih 1.500 meter persegi. Berbagai upaya telah dilakukan oleh para petani, mulai dari pemasangan jebakan hingga setrum listrik, namun semua berakhir sia-sia. Jumlah hama yang luar biasa membuat pertahanan mereka tak berarti apa-apa.
“Sedoyo (semua) gagal panen, pasang setrum mboten ngatasi (tidak mempan), tanaman jagung telas (habis),” lanjutnya, dengan nada getir.
Sebagai petani yang menggantungkan hidup dari hasil panen, Ponidi berharap perusahaan yang berada di sekitar lahan pertanian warga lebih bijak dan bertanggung jawab dalam setiap aktivitasnya. Ia menyarankan agar ke depannya ada langkah pencegahan sebelum proses pembongkaran pakan dan limbah dilakukan, agar tikus tidak menyebar ke lahan masyarakat.
“Tidak ada hubungan dengan pokphand, namun baiknya sebelum ada pembongkaran pakan dan limbah pabrik sudah ada pencegahan dari pokphand,” bebernya.
Ia bahkan mengusulkan agar perusahaan memasang sistem penghalau seperti setrum di luar lokasi pabrik untuk mencegah hama keluar dan menyerang lahan warga.
“Selain itu, pihaknya bisa dibantu kompensasi atas kerusakan tanaman jagung,” harapnya.
Kini, para petani hanya bisa berharap langkah nyata segera ditempuh. Sebab tikus-tikus itu bukan hanya memakan jagung, tapi juga menyisakan kekhawatiran tentang keamanan dan keberlanjutan pertanian mereka. (Ima/sip)