Truk tangki Pertamina dikerahkan untuk penuhi kuota BBM Pertalite, Pertamax, dan Biosolar di Jember. Bongkah.id/Muhammad Hatta/
Truk tangki Pertamina dikerahkan untuk penuhi kuota BBM Pertalite, Pertamax, dan Biosolar di Jember. Bongkah.id/Muhammad Hatta/

Bongkah.id – Upaya penggunaan bahan bakar ramah lingkungan di Indonesia ternyata masih menghadapi sejumlah tantangan. Salah satunya terlihat dari batalnya kerja sama badan usaha swasta penyedia Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan PT Pertamina (Persero), karena kandungan etanol dalam BBM murni atau base fuel milik Pertamina.

Wakil Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Achmad Muchtasyar, mengungkapkan bahwa BBM murni milik Pertamina mengandung etanol sekitar 3,5 persen. Padahal, secara regulasi, kandungan etanol hingga 20 persen masih diperbolehkan.

ads

“Kontennya itu ada kandungan etanol. Secara regulasi diperkenankan, kalau tidak salah sampai 20 persen. Nah, di Pertamina ada sekitar 3,5 persen,” jelas Achmad dalam rapat bersama Komisi VII DPR RI.

Namun, beberapa SPBU swasta menilai komposisi tersebut tidak sesuai dengan spesifikasi BBM mereka. Karena itu, sejumlah rencana kolaborasi pembelian base fuel Pertamina urung dilanjutkan.

“Ini bukan masalah kualitas, tetapi masalah kesesuaian konten. Setiap merek punya karakteristik spesifikasi produk berbeda,” tambah Achmad.

Apa Itu Etanol dalam BBM?

Etanol atau etil alkohol (C₂H₅OH) merupakan senyawa kimia yang sering digunakan sebagai bahan campuran dalam bensin. Di dunia otomotif, etanol berfungsi sebagai bahan bakar alternatif yang dapat mengurangi emisi karbon dan ketergantungan terhadap bahan bakar fosil.

Etanol dapat dicampurkan dengan bensin dalam kadar tertentu, misalnya E5 (5% etanol), E10, hingga E20. Kombinasi ini membantu meningkatkan pembakaran dan menurunkan kadar polutan.

Selain ramah lingkungan, bahan bakar berbasis etanol juga bisa dihasilkan dari sumber terbarukan seperti tebu atau singkong. Karena itu, banyak negara mulai mengadopsi kebijakan biofuel untuk mendukung transisi energi bersih.

Kebijakan Pemerintah Soal Etanol

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sejak 2015 telah mengatur penggunaan bioetanol melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2015. Dalam aturan tersebut, penggunaan campuran etanol 5 persen (E5) diwajibkan sejak 2020 dan ditargetkan meningkat menjadi E20 pada 2025.

Pemerintah juga mendorong pengembangan bioetanol dari bahan baku tebu sebagai upaya memperkuat ketahanan energi nasional. Targetnya, produksi bioetanol meningkat dari 40.000 kiloliter pada 2022 menjadi 1,2 juta kiloliter pada 2030.

Langkah ini didukung kerja sama antara Kementerian ESDM, Institut Teknologi Bandung (ITB), dan United States Grains Council (USGC) dalam menyusun roadmap penerapan bioetanol di Indonesia. Uji coba awal dilakukan di DKI Jakarta dan Surabaya melalui campuran E5 yang digunakan dalam bahan bakar Petralite untuk meningkatkan kualitas bensin setara Pertamax.

Tantangan dan Harapan

Meski memiliki potensi besar, implementasi BBM beretanol di Indonesia masih perlu penyesuaian dari sisi spesifikasi mesin kendaraan dan kesiapan infrastruktur distribusi. Tantangan lainnya datang dari pelaku usaha swasta yang membutuhkan keseragaman spesifikasi bahan bakar agar kompatibel dengan standar produk mereka.

Namun, dengan semakin meningkatnya perhatian terhadap energi bersih, etanol diyakini akan menjadi bagian penting dari transisi energi Indonesia menuju masa depan yang lebih hijau. (sip)

16

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini