bongkah.id – Politik uang dalam Pilkada Serentak 2020 berpotensi terjadi lebih besar dari Pilkada sebelumnya. Kondisi itu terjadi, karena ekonomi masyarakat pasca pandemi Covid-19 memberi kesempatan itu.
Mayoritas masyarakat membutuhkan dana untuk kebutuhan hidupnya. Karena itu, modus politik uang yang dilakukan peserta Pilkada, adalah paket bantuan sosial.
Demikian prediksi Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Pusat Abhan dalam keterangan resmi yang diterima bongkah.id, Sabtu (04/07/2020)
Pandemi Covid-19 yang melemahkan ekonomi masyarakat, menurut ia, di atas kertas akan berpengaruh dalam dinamika Pilkada Serentak 2020. Politik uang yang selalu terjadi dalam pesta demokrasi rakyat, berpotensi terjadi lebih tinggi, dibandingkan sebelumnya.
“Money Politic berpotensi mewarnai Pilkada 2020, karena ekonomi masyarakat pasca pandemi Covid-19. Kondisi memprihatinkan itu akan dimanfaatkan tim pemenangan untuk mengeruk suara rakyat.
Statistiknya peluangnya lebih tinggi dibanding Pilkada sebelumnya,” katanya sebagaimana terungkap dalam sebuah diskusi virtual beberapa hari lalu.
Modus politik uang yang akan menjadi pilihan peserta Pilkada, diyakini, berbentuk bantuan sosial Pasca pandemi Covid-19. Target sasarannya masyarakat menengah ke bawah. Selain itu, ada pula yang berbentuk pemberian bantuan alat kesehatan dan alat pelindung diri (APD).
Fakta itu sudah banyak terjadi, khususnya dilakukan mayoritas calon peserta petahana. Mereka memanfaatkan bansos Corona dengan anggaran pemerintah, untuk pencitraan sosoknya. Tekniknya dengan menempelkan foto diri pada kemasan bansos. Seakan calon petahana itu yang mengucurkan bansos.
“Sejarah membuktikan, pemenang Pilkada atau pemilu lainnya dengan politik uang, mayoritas melakukan korupsi. Sebab mereka Berambisi mengembalikan modal politiknya sekaligus bunganya,” ujarnya.
Mengantisipasi politik uang mewarnai Pilkada 2020, Abhan mengakui, penyelenggara Pilkada sudah memiliki aturan. Mengharamkan politik uang tersebut. Yaitu Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
Sanksi politik uang dalam UU tersebut, ada yang berupa pidana maupun administrasi. “Bawaslu punya kewenangan untuk memproses secara ajudikasi. Sanksi paling berat adalah memberikan putusan diskualifikasi,” katanya.
KORBAN PANDEMI
Keyakinan sama juga disampaikan Direktur Media dan Komunikasi Politik Politika Research Consulting (PRC) Dudi Iskandar. Ia menilai, praktik politik uang akan meningkat dalam Pilkada Serentak 2020.
Pandemi Covid-19, dikatakan, membuat banyak pendapatan masyarakat berkurang. Tidak sedikit pula yang harus kehilangan pekerjaan. Karena itu, praktik politik uang dalam Pilkada Serentak 2020 berpotensi meningkat. Para peserta akan memanfaatkan kondisi tersebut.
“Politik uang itu selalu ada. Apakah akan meningkat? menurut saya akan meningkat dari pilkada atau pilpres. Yang paling gampang itu kita hari ini krisis ekonomi, masyarakat butuh uang. Mau tidak mau, salah satunya sumber adalah politik uang,” kata dia dalam sebuah diskusi virtual, yang kini viral di youtube.
Berdasarkan data Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, sampai 7 Juni telah ada 3 juta orang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Mereka korban pandemi virus corona, yang dimanipulasi kepentingan pengusaha untuk tak bertanggungjawab pada karyawannya.
Jumlah tersebut berpeluang terus bertambah. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) juga pernah memprediksi, bakal ada 4,2 juta orang yang harus kehilangan pekerjaan akibat pandemi virus corona.
Praktik politik uang memang tidak dibenarkan. Namun, selalu ada dalam pemilu mau pun pilkada. Dudi memprediksi, tak menutup kemungkinan praktik politik uang dalam Pilkada Serentak 2020 terjadi, bahkan meningkat.
Politik uang dalam pemilu atau pilkada, menurut ia, bisa berupa membagikan uang atau sembako kepada calon pemilih. Bisa pula bentuk lainnya, guna mendapat suara dari para calon pemilih.
“Pola penerapannya dalam bentuk lain, bisa jadi di era digital ini bentuknya pulsa, setiap kandidat membagikan politik uangnya dalam bentuk pulsa. Bisa jadi dalam bentuk lain seusai kebutuhan pemilih,” ujarnya.
Pilkada Serentak 2020 akan dihelat di 270 daerah. Tahapan sudah berjalan kembali usai disetop lantaran virus corona mewabah di Indonesia. Pemungutan suara rencananya dilakukan pada 9 Desember mendatang. Dilanjutkan penghitungan atau rekapitulasi suara secara berjenjang dari TPS, Kecamatan hingga level kabupaten/kota dan provinsi. (ima)