
Bongkah.id – Di balik suara anak-anak yang melantunkan ayat Al-Qur’an di desa-desa Jombang, ada sosok-sosok yang tak pernah menuntut sorotan, para guru TPQ. Mereka mengajar bukan demi bayaran, tetapi demi harapan bahwa anak-anak yang duduk bersila di depannya suatu hari akan tumbuh sebagai generasi Qurani, mencintai agamanya, dan membawa akhlak ke mana pun mereka melangkah.
Selama ini, perjuangan mereka nyaris sunyi. Namun, hari ini, suara mereka seolah mendapatkan gema. Sebanyak 125 ribu paket sembako disalurkan kepada masyarakat Jombang, dan 10.900 di antaranya secara khusus diberikan kepada para guru TPQ. Bantuan itu datang dari keluarga Bupati Jombang, melalui AFCO Grup.
Bupati Jombang, Warsubi, menyebut bahwa ini adalah bentuk kepedulian pribadi, lahir dari rasa hormat yang tulus kepada para pendidik agama.
“Ini tidak ada apa-apanya dibanding perjuangan para guru TPQ dalam mendidik anak-anak menjadi generasi Qurani. Mereka pahlawan yang sesungguhnya,” ujar Bupati Warsubi.
Tak hanya sembako, perhatian itu diwujudkan juga dalam bentuk insentif. Setiap guru TPQ menerima bantuan tunai sebesar Rp750 ribu, setelah dipotong iuran BPJS Ketenagakerjaan. Jumlah yang mungkin belum besar, tapi menyentuh, karena baru kali ini ada bentuk pengakuan sebesar itu terhadap pengabdian mereka.
“Tahun depan, kami akan menaikkan insentif guru ngaji menjadi Rp1 juta per tahun. Ini adalah bentuk dukungan konkret kami untuk mereka,” tambah Bupati Warsubi.
Di lapangan, sambutan atas perhatian ini datang dengan hangat. Bukan hanya dari para guru yang menerimanya, tapi juga dari organisasi yang menaungi mereka. Ketua Forum Komunikasi TPQ Kabupaten Jombang, Aris Musholin, menyampaikan rasa terima kasihnya.
“Kami sangat bersyukur atas perhatian ini. Bantuan ini sangat membantu dan memotivasi para guru TPQ untuk terus berdedikasi mencetak generasi Qurani,” tuturnya.
Ada sesuatu yang menyentuh dalam kesederhanaan ini. Ketika para guru ngaji pulang dengan membawa sembako dan sedikit tambahan untuk kebutuhan hidup, mereka membawa juga rasa bahwa jerih payah mereka tidak sia-sia, dan kini mulai dilihat.
Mungkin bagi sebagian orang, bantuan itu hanya angka. Tapi bagi seorang guru TPQ yang mengajar lima hari dalam seminggu tanpa gaji tetap, itu adalah bentuk penghargaan. Bukan hanya kepada pekerjaan mereka, tetapi kepada peran yang mereka emban dalam membentuk masa depan.
Dan seperti lantunan doa di sepertiga malam, pengakuan itu mungkin tak terdengar nyaring tapi sangat berarti. (Ima/sip)