Bongkah.id – Kota San Francisco akan menjadi saksi bergemanya harmoni bambu Indonesia dalam perayaan World Angklung Day (WAD) 2025, yang digelar pada Sabtu, 15 November 2025, di Mills Theater, Millbrae, California, Amerika Serikat.
Acara ini merupakan inisiatif Indonesia Lighthouse bekerja sama dengan Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) San Francisco, serta didukung Delegasi Tetap Indonesia dan Komite Nasional Indonesia untuk UNESCO. Peringatan ini menandai 15 tahun pengakuan angklung sebagai Warisan Budaya Takbenda UNESCO sejak 16 November 2010.
Gagasan penyelenggaraan WAD bermula dari percakapan sederhana di antara para pemain Angklung Cendrawasih, komunitas diaspora Indonesia di California.
Salah satu penggagasnya, Ari Sufiati, awalnya hanya ingin membuat konser kecil di community center. Namun ide tersebut berkembang luas setelah mendapat sambutan dari KJRI San Francisco dan para aktivis angklung.
“Tidak menyangka ide sederhana ini mendapat sambutan luar biasa. Gayung bersambut ketika saya menghubungi KJRI yang langsung siap membantu,” ujar Ari.
Dalam waktu persiapan hanya tiga bulan, Indonesia Lighthouse dipercaya menjadi penyelenggara utama. Dukungan datang dari berbagai pihak, termasuk KBRI Washington DC, Kementerian Kebudayaan, Paragon Corp, BCA, AICEF, serta mitra Wonderful Indonesia dari Kementerian Pariwisata seperti Sudamala Resort.

Sebelum konser utama, pengunjung akan menikmati booth bertema Indonesia yang menampilkan kuliner, pariwisata, produk kecantikan, dan photo booth interaktif. “Kami ingin program ini menjadi jembatan lintas wilayah bagi komunitas angklung dunia,” kata Ari.
Dukungan juga datang dari Pemerintah Kota Millbrae dan komunitas diaspora Indonesia di Bay Area. Menurut Ari, angklung memiliki filosofi harmoni, setiap orang memegang satu nada, namun keindahan muncul ketika dimainkan bersama.
“Filosofi ini universal, mengajarkan bahwa keberagaman justru melahirkan keindahan,” ujarnya.
Selain penampilan utama oleh Angklung Cendrawasih, WAD 2025 juga menghadirkan kolaborasi lintas komunitas dan keyakinan bersama Angklung Gereja Kristen Indonesia San Jose serta Manshur Angklung dari Indonesia.
“Latihan kami baru separo jalan tapi semangatnya penuh. Kami akan memainkan empat lagu sendiri dan beberapa bersama komunitas lain. Rasanya seperti menenun irama bambu menjadi jembatan lintas iman dan bangsa,” tutur Yuli Grimes, anggota Cendrawasih.

Dengan tagline “From Cultural Heritage to Legacy,” WAD menjadi simbol komitmen menjaga warisan budaya Indonesia agar tetap hidup dan relevan. “Budaya hanya abadi jika dimainkan, dijaga, dan dikembangkan. Angklung bukan sekadar alat musik, ia bahasa harmoni yang menyatukan dunia,” tegas Ari.
Ari berharap gema angklung tidak berhenti di San Francisco, melainkan menggema ke berbagai penjuru dunia. “Kami ingin setiap November, dunia mendengar bunyi bambu Indonesia. Kami menyebutnya mengangklungkan dunia, menduniakan angklung,” ujarnya.
Lebih dari sekadar konser musik, World Angklung Day menjadi bentuk diplomasi budaya Indonesia yang menegaskan nilai gotong royong, harmoni, dan keindahan dalam keberagaman. Di tengah dunia yang kerap terbelah, denting bambu Nusantara mengingatkan bahwa perbedaan nada justru menciptakan satu keindahan. (kim/wid)


























