bongkah.id — Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) meminta para buruh anggotanya di seluruh Indonesia untuk aksi demonstrasi serentak pada Senin (2/10/2020). Agenda aksinya menolak dan meminta pembatalan Omnibus Law Undang-Undang (UU) Cipta Kerja Omnibus Law. Demikian pula menuntut agar upah minimum tahun 2021 (UMP, UMK, UMSP, dan UMSK) tetap naik.
Demikian Presiden KSPI Said Iqbal dalam keterangan resminya yang diterima para media dan wartawan, Minggu (1/11/2020).
Untuk wilayah Jabodetabek, menurut dia, aksi akan dipusatkan di Istana Negara dan Mahkamah Konstitusi (MK). Titik kumpul peserta aksi di Patung Kuda sekitar pukul 10.30 WIB. Agenda aksi yang harus dilaksanakan para buruh di seluruh Indonesia atau di 34 provinsi, ada dua agenda. Pertama, menolak dan menuntut pembatalan Omnibus Law UU Cipta Kerja. Yang kedua, menuntut agar upah minimum tahun 2021 (UMP, UMK, UMSP, dan UMSK) tetap naik.
Agenda lain yang akan menyemarakkan aksi unjuk rasa serentak, yang terselenggara di Jakarta adalah mengantarkan gugatan uji materiil dan uji formil UU Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi. Gugatan yang dilancarkan oleh tiga organisasi buruh dan secara terpisah. Yakni gugatan dari KSPSI AGN dan KSPI.
“Tetapi bilamana nomor UU Cipta Kerja belum ada pada saat penyerahan berkas gugatan tersebut, maka yang akan dilakukan KSPI, KSPSI, dan AGN hanya bersifat konsultasi ke MK,” katanya.
Kendati nomor UU Cipta Kerja belum keluar, dikatakan, aksi unjuk rasa pada 2 November di Istana dan Mahkamah Konstitusi akan tetap dilakukan. Peserta yang sudah memberikan konfirmasi mengikuti aksi, adalah para buruh dari Jakarta, Depok, Bogor, Tangerang Raya, Serang, Cilegon, Karawang, Bekasi, Purwakarta, Subang, Indramayu, Cirebon, Bandung Raya, Cimahi, Cianjur, Sukabumi, Semarang, Kendal, Jepara, Surabaya, Mojokerto, Pasuruan, Sidoarjo, dan Gresik. Konfirmasi itu menegaskan jumlah buruh yang unjuk rasa akan mencapai puluhan ribu orang.
Aksi serentak yang dilakukan KSPI, KSPSI AGN, dan Gekanas, ditambahkan, tidak hanya di Jakarta. Namun, juga akan berlangsung di Yogyakarta, Banda Aceh, Medan, Deli Serdang, Batam, Bintan, Pekanbaru, Jambi, Bengkulu, Lampung, Makassar, Gorontalo, Bitung, Kendari, Morowali, Banjarmasin, Palangkaraya, Samarinda, Lombok, Ambon, Papua, dan sebagainya.
“Aksi KSPI dan 32 federasi lainnya ini adalah non violance (anti kekerasan), terukur, terarah, dan konstitusional. Aksi ini dilakukan secara damai, tertib, dan menghindari anarkis. Karena itu, para peserta aksi diharuskan melakukan antisipasi terhadap sekitarnya. Jika ada oknum yang akan melakukan kerusuhan, hendaknya tangkap dan seret ke personil polri yang bertugas menjaga aksi,” ujarnya.
Setelah aksi 2 November, aksi akan dilanjutkan pada 9 November di depan gedung DPR RI. Agendanya menuntut dilakukannya legislatif review terhadap UU Cipta Kerja. Sebab permintaan legislatif review yang sudah disampaikan beberapa hari lalu secara resmi, ternyata tidak mendapatkan reaksi dari para anggota DPR RI yang kini dikuasai wakil rakyat pendukug pemerintah.
Kedua aksi disusul tersebut, nantinya akan disusul aksi pada 10 November 2020 di kantor Kementerian Ketenagakerjaan. Selain itu, juga akan dilakukan serentak di seluruh Indonesia. Agenda aksinya adalah menuntut kenaikan upah minimum 2021. Buruh meminta kenaikan upah minimum 2021 sebesar 8 persen di seluruh Indonesia. Pun menolak tidak adanya kenaikan upah minimum 2021.
Rangkaian tiga agenda unjuk rasa pada tanggal 2, 9, dan 10 November tersebut, menurut Said Iqbal, merupakan respon para buruh di seluruh Indonesia atas terbitnya Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah tentang upah minimum tahun 2021 yang ditetapkan tidak naik. Demikian pula tetap menyuarakan penolakan terhadap Omnibus Law UU Cipta Kerja.
Selain aksi turun ke jalan, dikatakan, para buruh berencana melakukan aksi mogok kerja nasional. Berbeda dengan mogok nasional yang dilakukan pada 6-8 Oktober lalu, kali ini bentuknya mogok kerja nasional yang dilakukan oleh serikat buruh di tingkat pabrik.
Sebagaimana diketahui, Menaker Ida Fauziyah telah menerbitkan Surat Edaran Nomor M/11/HK.04/X/2020 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2021 pada Masa Pandemi Covid-19. Dalam SE tersebut, Ida menetapkan upah minimum tahun 2021 sama dengan upah minimum 2020 atau tidak naik. Menurut Ida, hal itu perlu dilakukan mengingat saat ini kondisi perekonomian Indonesia tengah terpuruk akibat pandemi Covid-19.
“Mempertimbangkan kondisi perekonomian Indonesia pada masa pandemi Covid-19 dan perlunya pemulihan ekonomi nasional, diminta kepada Gubernur untuk melakukan penyesuaian penetapan nilai Upah Minimum Tahun 2021 sama dengan nilai Upah Minimum Tahun 2020,” argumentasi Ida yang tersurat dalam surat edaran tersebut. (rim/bersambung)