bongkah.id – Penanganan pandemi virus corona di Indonesia, berpotensi lahirkan rantai kecurangan anggaran. Pemerintah harus mewaspadai kondisi ini sejak awal. Sehingga dapat secepatnya mengetahui, menghentikan, dan menjerat kan sanksi hukuman sebelum merugikan anggaran keuangan negara.
Demikian Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Agus Joko Pramono dalam keterangan yang diterima para awak media, Selasa (30/06/2020).
Potensi terjadinya Kecurangan tersebut, menurut ia, terkait dengan pengadaan barang dan jasa lewat fasilitas stimulus penanganan pandemi corona. Nilainya yang mencapai Rp695,2 triliun.
“Kami juga sudah merasakan dan melihat yang melakukan riding atas kebijakan, bukan orang yang tidak dikenal, orang yang sebenarnya ada di beberapa titik tertentu, bagian dari republik ini,” katanya.
Lembaga itu pun mempertanyakan, skema pertanggungjawaban keuangan negara terkait kebijakan setiap Kementerian. Juga, lembaga pemerintahan yang melakukan refocusing dan realokasi anggaran.
“Semua kementerian bergerak dalam anggarannya, kemudian skema pertanggungjawabannya seperti apa? Apa akan dibuat masing-masing atau akan ada konsolidasi pertanggungjawaban?” ujarnya.
Ia menilai, skema pertanggungjawaban keuangan negara harus dirinci, baik dalam setiap Kementerian masing-masing atau pun secara konsolidasi.
Meski dihadapkan dengan kompleksitas menghadapi dampak pandemi virus corona, namun ia mengatakan, pemerintah tetap harus mempertimbangkan mitigasi risiko kecurangan jika tak mau berhadapan dengan BPK kelak.
Ia juga menyarankan, pemerintah untuk membuka seluruh data sekaligus sumber yang digunakan dalam pengambilan kebijakan. Sehingga seluruh pihak memiliki tanggungjawab yang sama. Ini, lanjutnya, dapat menjadi check and balance posisi pemerintah dalam setiap pengambilan keputusan.
Sementara Menteri Keuangan Sri Mulyani mengakui, tak semua kebijakan yang diambil pemerintah memiliki studi atau bukti ketepatan, yang memadai akibat faktor urgensi. Namun ia menjamin pihaknya telah menyiapkan bukti dari dasar keputusan yang diambil pemerintah.
Pemerintah, lanjutnya, dihadapkan dengan dilema harus bergerak cepat sekaligus dapat mempertanggungjawabkan kebijakan yang tak tepat sasaran.
Terkait hal itu, Bendahara Negara menyebut, Kementeriannya telah menyiapkan catatan dan rekaman setiap rapat sebagai ‘rapor’ yang akan diserahkan kepada auditor.
Dia juga mengaku siap diaudit oleh lembaga pengawas, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan BPK.
“Pemerintah pada saat menangani situasi sekarang fokusnya menjadi multiple (beragam), urgency dan emergency tapi harus akuntabel dan diperiksa,” katanya. (ima)