bongkah.id – Satuan Reserse Kriminal Polresta Sidoarjo berhasil mengungkap industri krupuk yang diduga berbahan campuran boraks di Kecamatan Wonoayu, Sidoarjo, Jawa Timur. Dalam penggerebekan itu pemilik pabrik SN dan NT diamankan di Mapolresta Sidoarjo. Demikian pula barang bukti krupuk siap edar sebanyak 3,9 ton. Juga zat kimia boraks 1,4 ton untuk campuran produksi krupuk.
“Terbongkarnya pratik pembuatan krupuk berbahan boraks itu dari laporan warga disertai sebuah bukti. Setelah didapatkan kepastian dari pemeriksaan laboratorium atas bukti laporan itu, maka personil kami langsung meluncur melakukan penggrebekan dan terbukti ada barang bukti cairan boraks sebanyak 1,4 ton di lokasi,” kata Kasat Reskrim Polresta Sidoarjo Kompol Wahyudin Latief di Mapolresta Sidoarjo, Senin (1/3/2021).
Dikatakan, suami istri SN dan ST akan dijerat dengan Pasal 136 atau 142 UU Nomor 18 Tahun 20112 tentang Pangan. Ancaman hukuman pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp10 miliar. Selain itu, dengan Pasal 162 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Ancaman hukuman pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp2 miliar.
Dalam proses pemeriksaan, kedua tersangka mengaku barang yang diproduksi tersebut telah diedarkan ke beberapa kota di Indonesia, seperti di DKI Jakarta, Bali, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan beberapa kota di Jawa Timur.
”Tersangka mengaku telah mengedarkan kerupuk berbahan campuran boraks ini sejak 2015. Rata-rata produksinya sebanyak dua sampai tiga ton per hari. Harga jual produk krupuknya setiap kantong seharga Rp 54 ribu. Keuntungan setiap bulannya sebesar Rp 175 juta,” ujarnya.
Pasangan pelaku juga mengaku, kerupuk produksinya berbahan dasar tepung terigu, tepung tapioka, dan penyedap rasa. Cairan boraks dicampurkan sebagai bahan pengawet. Karena itu, masa kedaluwarsa krupuk produksinya bisa mencapai delapan bulan sampai satu tahun.
Pada kesempatan sama, Analis Obat dan Makanan Dinkes Provinsi Jatim Rahmi menegaskan, bahan kima boraks dilarang pemerintah. Tidak boleh digunakan sebagai campuran bahan pangan sejak Juli 1978. Larangan tercantum dalam SK Menkes RI No.722/Menkes/Per/Per/IX/1988.
Dasar pelarangan penggunaan boraks sebagai campuran bahan pangan, karena sangat berbahaya buat kesehatan manusia. Jika terhirup akan merusak organ pernafasan dari hidung, saluran pernafasan, sampai paru-paru, dan jantung. Jika mengenai kulit menyebabkan iritasi berat. Jika terciprat ke mata berpotensi kebutaan.
Sementara jika tertelan dapat menyebabkan mual, sakit kepala, nyeri hebat pada perut bagian atas.
Selanjutnya saat dikonsumsi dalam jangka panjang, tambahnya, dapat menyebabkan kanker, kerusakan ginjal, kegagalan sistem sirkulasi akut bahkan kematian. Konsumsi boraks 5-10 gram oleh anak-anak dapat menyebabkan shock dan kematian.
Sebagaimana diketahui, boraks merupakan garam natrium yang banyak digunakan di berbagai industri non pangan, khususnya industri kertas, gelas, pengawet kayu, dan keramik. Ironisnya saat ini banyak digunakan oleh para pembuat dan penjual bakso, mie ayam, gendar, kerupuk rambak tiruan, dan berbagai jenis makanan lainnya. Penambahan ini bertujuan agar produk makanan tersebut memiliki sifat tekstur lebih kenyal dan awet, sehingga menambah sensasi kenikmatan ketika disantap.
Di industri farmasi boraks yang dikenal sebagai air bleng atau cetitet, garam bleng atau pijer itu digunakan sebagai ramuan campuran bahan baku obat seperti bedak, larutan kompres, obat oles mulut, semprot hidung, salep dan pencuci mata. Bahan hasil industri farmasi tersebut tidak boleh diminum karena beracun. (ima)